Mataram (ANTARA) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyatakank, angka investasi khususnya di sektor pembangunan pada triwulan II masih menunjukkan angka tinggi, sehingga memberikan satu sinyal bahwa pada triwulan III-2022 ekonomi Indonesia diperkirakan terus membaik.
"Hal itu juga ditopang dengan peningkatan konsumsi swasta dan investasi nonbangunan, kuatnya ekspor, serta daya beli masyarakat yang masih terjaga di tengah kenaikan inflasi," kata Destry Damayanti, dalam keterangan resmi di Mataram, Selasa.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu dalam rangka agenda kunjungan kerja Komisi XI DPR RI Masa Persidangan I/Tahun Sidang 2022-2023 ke NTB, bersama Wakil Ketua Komisi XI DPR RI sekaligus Ketua Tim Kunjungan Kerja DPR RI di NTB, Dr Achmad Hatari, dan sebanyak 13 anggota Komisi XI DPR RI.
Adapun tujuan dari kunjungan tersebut adalah melakukan dengar pendapat terkait kondisi terkini dari masing-masing institusi dan menerima umpan balik ataupun aspirasi yang perlu dieskalasi atau disampaikan kepada Komisi XI DPR RI.
Lebih lanjut, Destry mengatakan, Indonesia masih memiliki potensi dan peluang yang dapat dilihat dari transaksi e-commerce dan transaksi mobile banking yang terus mengalami peningkatan.
Bank Indonesia akan terus berusaha meningkatkan kualitas pelayanan dari sisi sistem pembayaran, baik melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) ataupun BI-Fast.
Bank Indonesia juga telah melakukan penguatan operasi moneter dengan menaikkan suku bunga di angka 50 basis point (bps).
“Jadi, kita memang menghadapi masa yang tidak mudah, tapi kita tidak pesimis karena potensi yang dimiliki Indonesia sangat besar. Yang dibutuhkan sekarang adalah sinergi kebijakan-kebijakan Bank Indonesia, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan sektor keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Destry juga menyampaikan bahwa dari pandangan Bank Indonesia ekonomi global masih perlu diwaspadai, namun tetap optimis.
Ia menyebutkan terdapat beberapa permasalahan utama yang memicu hadirnya resesi global, di antaranya adalah ketegangan geopolitik dan proteksi perdagangan yang semakin diperparah dengan gelombang panas di beberapa kawasan dan berimplikasi kepada risiko resesi di beberapa negara.
Artinya, isu global yang sedang kurang kondusif, sedikit banyak pasti akan mempengaruhi ekonomi di Indonesia.
"Hal itu ditandai dengan masih berlangsungnya konflik Rusia-Ukraina. Walau demikian, perekonomian domestik masih menunjukkan hal-hal yang sangat positif baik dari sisi konsumsi maupun dari sisi investasi," ucap Destry.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Heru Saptaji, menyebutkan pertumbuhan ekonomi NTB masih melanjutkan tren positif di tengah tantangan inflasi per September 2022 yang mencapai 6,84 persen yang utamanya bersumber dari kelompok administered prices & volatile foods, seperti bensin, angkutan antarkota, dan beras.
Kondisi stabilitas sistem keuangan juga tetap terjaga solid. Per Agustus 2022, dana pihak ketiga dan penyaluran kredit menunjukkan tren positif.
Secara khusus, kata dia, kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) masih cukup tinggi sebesar 13,31 persen. Selanjutnya kondisi kredit bermasalah masih terjaga baik, diiringi loan at risk yang mengalami perbaikan menjadi 10,10 persen.
"Adapun sistem pembayaran juga menunjukkan kinerja positif khususnya untuk card-based, uang elektronik, dan QRIS yang terus tumbuh," ujar Heru.