NTB REVITALISASI SEMUA RUMAH POTONG HEWAN

id

     Mataram, 7/9 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merevitalisasi semua Rumah Potong Hewan (RPH) secara bertahap, agar dapat menampung hasil produksi ternak potong yang semakin bertambah.

     "Revitalisasi RPH menjadi program prioritas sub sektor peternakan, guna memotivasi peternak meningkatkan produksi," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB Hery Erpan Rayes, di Mataram, Jumat.

     Ia mengatakan, arah minat masyarakat NTB untuk terus mengembangbiakan sapi dan ternak potong lainnya juga harus diantisipasi di tingkat pemasaran. Minimal, selalu ada pihak yang menampung hasil produksi ternak itu.

     Pemprov NTB kemudian memprogramkan revitalisasi RPH dengan harapan hasil produksi ternak sapi itu dapat diakomodir. Program itu didukung Ditjen Peternakan Kementerian Pertanian.

     Sampai akhir 2011 sudah empat RPH yang tersentuh program revitalisasi, yakni RPH Benyumulek (Lombok Barat), RPH Bangkong (Sumbawa), RPH Pototano (Sumbawa Barat) dan RPH Majeluk (Kota Mataram).

     Kemudian diprogram revitalisasi empat RPH lagi di 2012, dan upaya itu diyakni akan semakin menyukseskan program Bumi Sejuta Sapi (BSS) yang dicanangkan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, karena peternak juga semakin termotivasi.

     "RPH yang menjadi target revitalisasi itu berlokasi di Kabupaten Lombok Timur, Dompu, Lombok Utara, dan Kota Mataram (peningkatan kualitas RPH Majeluk)," ujarnya.

     Erpan menyontohkan program revitalisasi RPH Banyumulek misalnya, yang dipercayakan kepada perusahaan daerah PT Gerbang NTB Emas (GNE) yang kemudian menjalin kerja sama dengan PT Ajinomoto untuk memfungsikan RPH Banyumulek, guna memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan perekonomi daerah. 

     Tahap awal pengoperasian RPH Banyumulek hasil revitalisasi itu, setiap hari dilakukan pemotongan 5-10 ekor sapi dan dagingnya dipasarkan di wilayah NTB. 

     Semula RPH itu dipersiapkan untuk pemotongan hewan hingga lebih dari 50 ekor per hari dengan produksi hygienis. RPH serupa hanya ada 10 unit di Indonesia termasuk di NTB.

     RPH itu juga telah memproduksi daging beku untuk dipasarkan ke luar daerah, karena sudah ada mesin pendingin dan fasilitas pendukung lainnya.

     Kini NTB telah memiliki daging produk lokal yang diberi nama Sasambo Beef. Nama itu mencirikan asal sapi yakni dari Pulau Sumbawa dan Lombok. Samawa merupakan akronim dari Sasak (suku Lombok) Samawa (suku Sumbawa) dan Mbojo (suku Bima dan Dompu).

     RPH Banyumulek itu, semula dikelola perusahaan swasta PT Citra Agro Lombok dengan durasi kerja sama selama 20 tahun terhitung 2001, namun dilanda kebangkrutan sehingga dilihkan ke perusahaan swasta lainnya, dan kini diambilalih PT GNE.

     Selain aktivitas pemotongan sapi, manajemen RPH Banyumulek juga mengembangkan industri olahan. Dari daging "Sasambo Beef" juga telah dihasilkan bakso "co-meat" tanpa penyedap dan bahan pengawet, yang telah dilegitimasi oleh Kementerian Kesehatan RI Nomor: P.IRT Nomor 20152710127.

     "Sekarang ini sedang direvitalisasi RPH Sumbawa, dan Bima, sehingga ternak sapi dari Pulau Sumbawa tidak harus dibawa ke Lombok. Dengan begitu, peternak akan makin termotivasi," ujar Erpan.

     NTB-BSS itu merupakan salah satu program unggulan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi dan Wakil Gubernur NTB H Badrul Munir, dengan pencapaian target satu juta ekor sapi di akhir masa jabatan mereka di 2013.

     Kedua pemimpin daerah NTB itu memilih pengembangan sapi sebagai salah satu program unggulan sekaligus menjadi program pendukung swasembada daging nasional di tahun 2014.

     BSS itu merupakan program percepatan yang diawali dari program reguler sebagai pembanding dengan indikasi dan asumsi populasi sapi pada tahun 2008 sebanyak 546.114 ekor, dengan jumlah induk sebanyak 37,36 persen dari populasi.

     Kini, populasi ternak sapi di daerah itu terus bertambah hingga mencapai 784.019 ekor sampai akhir 2011 atau bertambah sebanyak 237.905 ekor dari angka awal penerapan NTB-BSS yakni 546.114 ekor.  (*)