Kasus kontrak advokasi BLUD RSUD Lombok Utara masuk ke penyidikan jaksa

id kasus kontrak advokasi blud rsud klu,kasus blud rsud klu masuk penyidikan

Kasus kontrak advokasi BLUD RSUD Lombok Utara masuk ke penyidikan jaksa

Arsip foto-Kantor Kejari Mataram. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kasus dugaan penyimpangan kontrak kerja untuk jasa advokasi pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, masuk penyidikan jaksa.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram Ida Bagus Putu Widnyana di Mataram, Kamis, menjelaskan bahwa penyidikan kasus tersebut kini berada di bawah penanganan tim jaksa pidana khusus (pidsus).

"Jadi, peningkatan status penanganan kasus ke tahap penyidikan ini merupakan hasil gelar perkara. Kini penyidikan di bawah penanganan tim pidsus," kata Widnyana.

Dia mengatakan tim pidsus menindaklanjuti peningkatan status penanganan kasus tersebut dengan mengagendakan serangkaian kegiatan pemeriksaan dan penguatan alat bukti dari keterangan ahli.

"Termasuk kerugian negara, tetapi itu nanti. Sekarang masih penyidikan awal. Agenda pemeriksaan saksi-saksi," ujarnya.

Sebelumnya, Kejari Mataram Ivan Jaka menyatakan bahwa persoalan kasus ini berkaitan dengan adanya dugaan pengeluaran anggaran daerah yang tidak sesuai aturan.

Aturan tersebut terkait kontrak kerja untuk jasa advokasi pada BLUD RSUD Lombok Utara yang diduga tanpa melalui persetujuan bupati.

Pada saat proses penyelidikan berlangsung, jaksa mengungkap adanya dugaan bahwa kontrak kerja untuk jasa advokasi itu ditentukan sendiri oleh pihak manajemen BLUD dengan menunjuk langsung pengacara secara perorangan.

Kontrak kerja untuk jasa advokasi pada BLUD RSUD Lombok Utara yang diduga bermasalah tersebut berlangsung pada periode 2016 sampai 2021.

Oknum pengacara yang bertindak sebagai pelaksana jasa advokasi BLUD RSUD Lombok Utara diduga menerima pembayaran Rp12,5 juta per bulan.

Jika dikalkulasikan dalam periode enam tahun terakhir, pemerintah telah menyisihkan anggaran untuk membayar jasa advokasi senilai Rp900 juta.