Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta potensi perbedaan penetapan hari Idul Fitri 2023 disikapi dengan toleransi.
“Yang ditempuh adalah adanya sikap bisa toleransi antara dua kelompok untuk masing-masing, ya Lebaran sesuai dengan keyakinannya, dengan hitungannya. Jadi, bahasa Jawanya legowo,” ujar Wapres di Gorontalo, Jumat, sebagaimana siaran pers yang diterima.
Organisasi Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1444 H bertepatan dengan 21 April 2023, sementara pemerintah termasuk organisasi Nahdlatul Ulama masih menunggu hasil sidang Isbat yang biasanya dilaksanakan pada 29 Ramadhan, sehingga perbedaan waktu penetapan Idul Fitri 1 Syawal 1444 H sangat berpotensi terjadi di Indonesia.
Wapres mengemukakan, penyebab perbedaan itu terletak pada metode penetapan 1 Syawal. Pemerintah, kata Wapres, menggunakan metode imkanur rukyah yang menggabungkan hisab dan rukyah.
“Kalau hisabnya di bawah dua, itu tidak imkan. Ini kesepakatan, termasuk ASEAN segitu, walaupun dia sudah di atas ufuk, tapi di bawah dua derajat. Itu metode imkanur rukyah,” ucapnya.
Sementara itu untuk Muhammadiyah, ujar Wapres, menggunakan metode wujudul hilal.
“Asal wujud, asal ada saja. Walaupun setengah derajat, masuk. Nah, ini beda,” sebut Wapres.
Wapres pun mengatakan, perbedaan dalam penetapan 1 Syawal merupakan hal biasa di Indonesia.
Dia mengakui, sempat muncul konflik-konflik di tengah umat Islam pada awal mula perbedaan, tetapi kemudian semua diupayakan untuk mengedepankan prinsip toleransi.
“Kita terus sosialisasi, edukasi. Sekarang rukun-rukun saja, sambil terus mencari metode untuk bisa mempertemukan dua metode ini, imkanur rukyah dan wujudul hilal,” katanya.
Mendampingi Wapres pada kesempatan ini Penjabat Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer, Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo, serta Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi.