Angela Tanoeaoedibyo dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu, menyebutkan dengan memperhatikan tiga hal itu diharapkan desa wisata mampu meningkatkan lama tinggal, jumlah belanja wisatawan dan menyejahterakan masyarakat.
Ia mencontohkan Desa Wisata Wae Rebo yang berada di Nusa Tenggara Timur. Walaupun perlu menempuh empat hingga enam jam perjalanan darat dan dua jam pendakian untuk tiba di desa Wae Rebo, namun tidak menurunkan ketertarikan wisatawan untuk berkunjung, merasakan, dan melihat langsung adat-istiadat yang masih dilestarikan oleh masyarakat.
Desa wisata juga diharapkan menghadirkan beragam aktivitas ekonomi kreatif, seperti aktivitas di Desa Wisata Giriloyo, Yogyakarta yang menyediakan aktivitas membatik sehingga memberikan pengalaman baru bagi wisatawan.
Sementara desa wisata sebagai pemasok rantai pariwisata dimaksudkan agar desa wisata yang mengedepankan agrowisata sebagai daya tarik utama bisa mengambil peran tersebut untuk menjalin kerja sama dengan industri hotel dan restoran untuk memenuhi kebutuhan mulai dari telur, sayur-sayuran, buah-buahan, hingga produk camilan UMKM.
"Ini adalah peluang yang bagus. Desa wisata kita yakini bisa menciptakan lapangan kerja dan kita harapkan muda-mudi desa ini tetap tinggal di desa, berkarya dan membangun desa. Oleh karena itu kita harus berikan banyak potensi dan kesempatan baru bagi generasi muda untuk tetap berkarya di desa, dan mengembangkan desa," ujarnya.
Baca juga: Labuan Bajo Kembangkan wisata tematik
Baca juga: Pemkab Bogor perbanyak desa wisata
Baca juga: Labuan Bajo Kembangkan wisata tematik
Baca juga: Pemkab Bogor perbanyak desa wisata
Di samping itu, yang menjadi tantangan desa sebagai pemasok rantai pariwisata adalah konsistensi, kualitas, dan kuantitas. Para pengelola desa wisata harus memiliki kemampuan mempertahankan kualitas yang telah dibangun dan mampu memenuhi kebutuhan pelaku industri hotel ataupun restoran.