Mataram (ANTARA) - Penanganan kasus dugaan korupsi dalam penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) salah satu bank konvensional milik negara di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, masuk penyidikan jaksa.
"Iya, dari hasil gelar perkara, penanganan kami tingkatkan ke tahap penyidikan," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Sumbawa Indra Zulkarnaen di Mataram, Selasa.
Peningkatan status penanganan, jelas dia, berdasarkan hasil gelar perkara yang telah menemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum
"Jadi, unsur perbuatan melawan hukum dalam persoalan ini sudah ada," ujarnya.
Dengan meningkatkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan, Indra mengatakan bahwa pihaknya kini sedang menguatkan alat bukti, salah satunya melalui agenda pemeriksaan terhadap saksi.
"Siapa saksi-saksinya? Mereka yang sudah pernah kami mintai keterangan di tahap penyelidikan. Jadi, sifatnya mendalami keterangan saja," ucap dia.
Dalam penanganan kasus ini, dia mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyidikan umum. Oleh karena itu, belum ada terungkap peran tersangka.
"Untuk tersangka? belum. Kami dalami dahulu dari keterangan saksi dan alat bukti lain," kata Indra.
Penyaluran dana KUR untuk para petani yang berada di Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa ini masuk ke meja kejaksaan berawal dari adanya temuan pihak bank yang melakukan penagihan pembayaran cicilan kredit.
Terungkap penyaluran dana KUR tersebut tidak sesuai prosedur. Dana dicairkan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Jumlah yang dicairkan Rp3,1 miliar untuk 59 petani di tiga desa wilayah Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa.
Pengajuan dana KUR melalui BUMDes tersebut merupakan inisiasi dari bendahara dengan mengajukan pinjaman Rp50 juta per petani.
Dari penelusuran pihak bank, turut terungkap setiap petani tidak menerima pinjaman Rp50 juta sesuai pengajuan awal. Melainkan, para petani hanya menerima Rp5 juta per orang.
Indra mengatakan untuk menghitung kerugian negara pada kasus tersebut, penyidik belum ada upaya untuk menggandeng ahli auditor. Melainkan, jaksa masih menggunakan hasil temuan pihak bank dengan nilai pencairan Rp3,1 miliar sebagai angka kerugian negara.