Anak Nelayan di Mataram Meninggal Setelah Upacara Sumpah Pemuda

id Anak Nelayan

"Siswi itu meninggal di ruang kelas sesaat setelah mengikuti upacara"

Mataram (Antara NTB) - Septiani, anak nelayan dari Pelembak, Kecamatan Ampenan, meninggal dunia setelah mengikuti upacara memperingati Hari Sumpah Pemuda, di SMKN 4 Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat.

"Siswi itu meninggal di ruang kelas sesaat setelah mengikuti upacara," kata Koordinator Guru Bimbingan Kesiswaan SMKN 4 Mataram, I Made Sudrawan, yang ditemui wartawan setelah mengantar jenazah ke rumah duka.

Menurut Sudrawan, siswi kelas XI jurusan usaha perjalanan wisata itu mengikuti upacara dari awal hingga selesai, kemudian masuk ke ruang kelas di lantai dua.

Di dalam ruang kelas, Septiani berkumpul bersama teman-temannya yang membawa sarapan. Beberapa siswa menawari makanan, namun ditolak karena merasa perutnya sakit.

Selang beberapa menit, tiba-tiba hidung Septiani mengeluarkan darah, diikuti dengan batuk yang mengeluarkan darah.

Melihat kondisi tersebut, para siswa lainnya berteriak memanggil guru untuk memberikan pertolongan.

Para guru kemudian membawa Septiani ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda NTB yang jaraknya sekitar satu kilometer dari sekolah.

Namun menurut keterangan dokter yang melakukan pemeriksaan, Septiani sudah meninggal dunia ketika dalam perjalan menuju rumah sakit.

"Kami meminta keterangan apa penyebabnya, tapi dokter juga balik bertanya apakah ada riwayat penyakit yang diderita," ucap Sudrawan.

Sementara itu, Wali Kelas XI Jurusan Usaha Perjalanan Wisata, Ramli, mengaku mendapatkan informasi dari ibu anak didiknya bahwa Septiani menderita penyakit paru-paru basah dan maag.

Informasi tersebut diperoleh dua bulan lalu ketika melakukan kunjungan ke rumah orang tuanya untuk mengetahui penyebab Septiani tidak masuk sekolah selama tiga hari berturut-turut.

"Berdasarkan informasi tersebut, kami memberikan permakluman kepada guru olah raga untuk memberikan dispensasi kepada Septiani untuk tidak ikut praktik olah raga," ujarnya.

Septiani dimakamkan di kampung halamannya di perkampungan nelayan Pelembak Ampenan, usai salat Ashar.

Bapaknya yang masih melaut dijemput oleh sesama nelayan untuk segera pulang. (*)