Mataram (Antara NTB) - Rektor Universitas Mataram (Unram) Prof H Sunarpi mengatakan wacana pembatasan jumlah mahasiswa baru diterima perguruan tinggi negeri yang dilontarkan Presiden Joko Widodo dinilai bagus dalam persfektif peningkatan layanan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
"Namun perlu dipahami bahwa peningkatan angka partisipasi kasar PTN melalui peningkatan daya tampung semata untuk menampung lulusan SMA/sederajat yang juga terus mengalami peningkatan setiap tahun," kata Sunarpi di Mataram, Jumat.
Menurut dia, layanan pendidikan tinggi yang berkualitas di era globalisasi dalam rangka menyiapkan generasi emas Indonesia saat ini menjadi suatu keniscayaan.
Dalam konteks itulah, maka PTN menjadi sebuah pilihan bagi para lulusan SMA/sederajat di Indonesia untuk mendapatkan layanan pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau secara ekonomi.
Selain itu, penurunan jumlah mahasiswa baru yang diterima PTN, sebagaimana halnya kampus-kampus di negara maju, harus meniru kebijakan pemerintah di negara maju. Di mana tidak semua lulusan SMA/sederajat masuk perguruan tinggi, tapi sebagiannya masuk sektor kerja dengan catatan pemerintah harus menyiapkan lapangan kerja.
Demikian juga halnya lulusan sarjana (S1) ke program pascasarjana (S2), dan lulusan S2 ke program doktoral (S3), seperti struktur piramida, asalkan setiap jenjang lulusan pendidikan itu tersedia lapangan kerja.
Namun, kata Sunarpi, jika tidak tersedia lapangan kerja, maka pilihannya mereka masuk PTN dengan biaya murah, terjangkau dan mendapatkan layanan pendidikan tinggi.
"Bisa juga lulusan SMA/sederajat pergi ke Malaysia, Arab Saudi, dan negara lainnya sebagai tenaga kasar, TKI dan TKW daripada menganggur," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan jika jumlah mahasiswa yang diterima PTN dibatasi, maka Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang jumlahnya ribuan lembaga harus segera mengambil alih peran itu. Tentunya dengan cara meningkatkan mutunya, dan terjangkau secara ekonomi, sehingga menjadi pilihan tempat studi bagi lulusan SMA sederajat di Indonesia.
Sunarpi juga tidak menafikkan bahwa ada beberap PTS yang mutunya baik bahkan melebihi negeri, namun biayanya sangat tinggi dan tidak terjangkau sebagian besar masyarakat Indonesia.
Karena itu, lulusan SMA/sederajat di kota besar, bila tidak diterima PTN favorit di Indonesia, mereka memilih perguruan tinggi di luar negeri, seperti di negara ASEAN, Eropa dan Selandia Baru, atau negara maju lainnya.
"Sebab, mereka bisa mendapatkan bebas `tuition fee` dan hanya membayar biaya hidup, sehingga biaya pendidikan menjadi lebih murah daripada masuk PTS favorit di Indonesia," ucapnya pula.
Saat ini, kata dia, rakyat Indonesia sudah hidup di era globalisasi, di mana mutu dan daya saing pendidikan tinggi menjadi prasyarat utama. Jadi tidak serta merta dengan membatasi jumlah mahasiswa PTN akan menaikkan jumlah mahasiswa PTS.
Namun demikian, mutu, daya saing dan keterjangkauan biaya pendidikan, akan menjadi penentu pilihan perguruan tinggi oleh anak-anak di Indonesia. (*)
Rektor Unram: Pembatasan Mahasiswa Baru PTN Bagus
"Namun perlu dipahami bahwa peningkatan angka partisipasi kasar PTN melalui peningkatan daya tampung semata untuk menampung lulusan SMA/sederajat"