Rektor Unram dipanggil Komnas HAM terkait aksi satpam aniaya mahasiswa

id Unram,Universitas Mataram,Rektor Unram,Komnas HAM,Penganiayaan,Penganiayaan Mahasiswa,Satpam

Rektor Unram dipanggil Komnas HAM terkait aksi satpam aniaya mahasiswa

Foto arsip-Gedung Rektorat Universitas Mataram di Jalan Majapahit, Mataram, NTB. (ANTARA/Dhimas B.P.)

kalau belum juga ada tanggapan dalam 15 hari, kami akan mengirimkan kembali surat kedua
Mataram (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Rektor Universitas Mataram (Unram) Bambang Hari Kusumo menjelaskan terkait aksi sejumlah petugas keamanan yang diduga melakukan penganiayaan terhadap mahasiswa dalam aksi demonstrasi di depan gedung rektorat pada 20 Juni 2023.

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing melalui sambungan telepon, Selasa, membenarkan bahwa pihaknya melayangkan permintaan tersebut dengan cara bersurat secara resmi kepada Rektor Unram pada 2 Agustus 2023.

"Iya, betul. Kami sudah melayangkan surat untuk meminta keterangan Rektor Unram terkait dengan dugaan kekerasan yang dilakukan petugas keamanan terhadap mahasiswa yang sedang melakukan aksi demonstrasi di depan gedung rektorat pada Juni 2023 itu," kata Uli.

Baca juga: Polisi menyelidiki aksi satpam dan pegawai Unram aniaya demonstran
Baca juga: Kampus bukan tempat represif sikapi pemukulan mahasiswa


Terkait adanya surat tersebut, Komnas HAM pun memberikan masa waktu 15 hari sejak pihaknya melayangkan surat kepada Rektor Unram untuk memberikan keterangan.

"Dalam mekanisme kami, kalau belum juga ada tanggapan dalam 15 hari, kami akan mengirimkan kembali surat kedua," ujarnya.

Dia pun mengatakan bahwa tujuan permintaan keterangan Rektor Unram untuk melihat fakta yang terjadi dari aksi mahasiswa menyampaikan sejumlah tuntutan perbaikan di lingkungan kampus ternama tersebut.

Terkait dengan adanya kasus ini, Uli mengingatkan bahwa setiap orang punya hak berekspresi dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Apalagi, dalam aksi tersebut mahasiswa menuntut adanya perbaikan kampus terutama persoalan fasilitas penunjang perkuliahan.

"Mahasiswa sejatinya harus dijamin kebebasannya berpendapat dan berekspresi. Tentu, pihak kampus harus menanggapi hal itu dengan mengedepankan tindakan persuasif, dilakukan mediasi secara damai," ujarnya.

Dia pun berharap pihak kampus tidak bersikap otoriter menanggapi aksi penyampaian pendapat dari mahasiswa dengan membuat kebijakan yang merugikan mahasiswa, seperti menyebar ancaman "drop out" kepada mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi.