Direktur STAN nilai pembiayaan kreatif solusi pembangunan berkelanjutan
Lombok Barat (ANTARA) - Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN, Evi Mulyani memandang utilisasi keuangan lokal yang kreatif kini dapat menjadi solusi dalam membiayai berbagai proyek pembangunan yang berkelanjutan.
"Ini sangat relevan dengan SDGs 2030... kami melihat pembiayaan lokal yang kreatif menjadi salah satu pilar yang harus terus berkembang," ujarnya dalam konferensi internasional sektor publik bertajuk Creative Local Finance to Achieve Sustainable Development Goals 2030 di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Rabu.
Evi menjelaskan pembangunan ekonomi suatu negara tidak dapat dilepaskan dari peran sektor keuangan. Keberadaan sektor keuangan turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs 2030.
Menurutnya, pemanfaatan pembiayaan lokal yang kreatif atau creative local finance dapat berperan dalam pemberdayaan masyarakat dan mendorong perubahan di tingkat akar rumput. Isu keterbatasan kemampuan keuangan yang acapkali dihadapi oleh pemerintah daerah dapat diatasi dengan pembiayaan lokal yang kreatif tersebut.
"Pembiayaan lokal yang kreatif punya formulasi kuat untuk mewujudkan masa depan yang inklusif dan berkelanjutan," kata Evi.
Dalam konferensi yang berlangsung pada 11-12 September 2024 tersebut, para akademisi dari berbagai perguruan tinggi mendiskusikan dan merumuskan inisiatif baru terkait pembiayaan alternatif yang bisa dioptimalkan oleh pemerintah daerah dalam membiayai proyek pembangunan infrastruktur.
Senior Capacity Building and Training Economist dari Asian Development Bank Institute (ADBI), Riznaldi Akbar, mengatakan dukungan pendanaan sektor publik saat ini seperti pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak serta-merta tergantung dengan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Pemerintah daerah harus lebih kreatif dalam mencari sumber-sumber pendanaan untuk pembiayaan sektor publik agar tidak lagi bergantung kepada dana transfer pemerintah pusat.
"Kita harus kreatif menggandeng korporasi atau sektor swasta, maupun juga lembaga multilateral," kata Akbar.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan pemerintah daerah yang memanfaatkan infrastruktur pinjaman daerah masih terbilang sedikit. Jumlah pinjaman daerah selama periode tahun 2018 sampai 2022 rata-rata hanya sebesar Rp9,73 triliun.
Walau ada minat dari beberapa pemerintahan daerah, namun belum ada yang menerbitkan obligasi atau sukuk daerah.
Kasubdit Evaluasi Pengelolaan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan, Radies Kusprihanto Purbo, menuturkan bahwa peran swasta sebagai mitra pembangunan melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) perlu terus didorong agar bisa menjadi sumber keuangan alternatif untuk membiayai pembangunan sektor publik.
"Ini sangat relevan dengan SDGs 2030... kami melihat pembiayaan lokal yang kreatif menjadi salah satu pilar yang harus terus berkembang," ujarnya dalam konferensi internasional sektor publik bertajuk Creative Local Finance to Achieve Sustainable Development Goals 2030 di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Rabu.
Evi menjelaskan pembangunan ekonomi suatu negara tidak dapat dilepaskan dari peran sektor keuangan. Keberadaan sektor keuangan turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs 2030.
Menurutnya, pemanfaatan pembiayaan lokal yang kreatif atau creative local finance dapat berperan dalam pemberdayaan masyarakat dan mendorong perubahan di tingkat akar rumput. Isu keterbatasan kemampuan keuangan yang acapkali dihadapi oleh pemerintah daerah dapat diatasi dengan pembiayaan lokal yang kreatif tersebut.
"Pembiayaan lokal yang kreatif punya formulasi kuat untuk mewujudkan masa depan yang inklusif dan berkelanjutan," kata Evi.
Dalam konferensi yang berlangsung pada 11-12 September 2024 tersebut, para akademisi dari berbagai perguruan tinggi mendiskusikan dan merumuskan inisiatif baru terkait pembiayaan alternatif yang bisa dioptimalkan oleh pemerintah daerah dalam membiayai proyek pembangunan infrastruktur.
Senior Capacity Building and Training Economist dari Asian Development Bank Institute (ADBI), Riznaldi Akbar, mengatakan dukungan pendanaan sektor publik saat ini seperti pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak serta-merta tergantung dengan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Pemerintah daerah harus lebih kreatif dalam mencari sumber-sumber pendanaan untuk pembiayaan sektor publik agar tidak lagi bergantung kepada dana transfer pemerintah pusat.
"Kita harus kreatif menggandeng korporasi atau sektor swasta, maupun juga lembaga multilateral," kata Akbar.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan pemerintah daerah yang memanfaatkan infrastruktur pinjaman daerah masih terbilang sedikit. Jumlah pinjaman daerah selama periode tahun 2018 sampai 2022 rata-rata hanya sebesar Rp9,73 triliun.
Walau ada minat dari beberapa pemerintahan daerah, namun belum ada yang menerbitkan obligasi atau sukuk daerah.
Kasubdit Evaluasi Pengelolaan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan, Radies Kusprihanto Purbo, menuturkan bahwa peran swasta sebagai mitra pembangunan melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) perlu terus didorong agar bisa menjadi sumber keuangan alternatif untuk membiayai pembangunan sektor publik.