Keterlibatan banyak pihak buat program mangrove lebih baik

id mangrove,sumut,DLHK sumut,rehabilitas mangrove,penanaman mangrove

Keterlibatan banyak pihak buat program mangrove lebih baik

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Yuliani Siregar dalam diskusi bersama media di Medan, Sumatera Utara, Minggu (1/12/2024). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)

Medan (ANTARA) - Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Yuliani Siregar memandang, keterlibatan banyak pihak dalam program rehabilitasi dan penanaman mangrove tidak menghambat keberlangsungan program tersebut, justru menjadikannya semakin lebih baik.

“Kolaborasi ini tidak menghambat untuk penanaman mangrove. Kolaborasi ini lebih baik karena terintegrasi dengan berbagai stakeholder baik itu pemerintah, dunia usaha, kelompok masyarakat atau NGO, dan lain-lain. Tidak akan menghambat kegiatan penanaman, malah lebih bagus karena sudah terintegrasi dengan berbagai stakeholder,” kata Yuliani dalam diskusi bersama media di Medan, Minggu.

Yuliani mengatakan, pemerintah daerah telah memperhatikan kesinambungan kolaborasi dari hulu hingga hilir terkait dengan pengelolaan mangrove. Di hulu, DLHK Sumut membangun kerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam mengatasi permasalahan ekosistem mangrove.

Sedangkan di hilir, kolaborasi juga terbangun dengan Dinas Koperasi dan UKM serta Dinas Perindustrian untuk memasarkan hasil hutan bukan kayu yang berasal dari mangrove sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Di bawah Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Yuliani menyebutkan tentang fungsi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) dalam rehabilitasi mangrove yang sudah berjalan sejak lama. Kemudian sejak tahun 2020, ada pula Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang dibentuk oleh presiden dan bertanggungjawab kepada presiden dalam percepatan rehabilitasi mangrove.

Untuk menghindari adanya program yang saling tumpang tindih, Yuliani mengatakan bahwa pemerintah telah membuat peta Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RURHL). Oleh sebab itu, lembaga-lembaga terkait dalam pengelolaan mangrove telah terintegrasi satu sama lain.

Baca juga: Semangat Hari Pahlawan : PLN NTB tingkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan

“Jika nanti keberadaan BRGM akan diperpanjang lagi dari pimpinan (masa transisi pemerintahan baru), ke depan diharapkan koordiasinya lebih baik. Terutama juga dengan adanya BPDAS karena mereka yang memahami terkait peta di mana lokasi yang harus ditanami mangrove agar tidak menjadi tumpang tindih dengan kegiatan-kegiatan lainnya,” ujar dia.

Berdasarkan data DLHK Sumatera Utara, total luasan mangrove eksisting yakni seluas 59.765 hektare (ha) yang didominasi oleh mangrove lebat seluas 44.440 hektare. Adapun kondisi mangrove yang rusak berat, sebut Yuliani, ada sekitar 15 ribu hektare.

Baca juga: Penanaman mangrove antisipasi masuknya air laut ke darat

“Jadi kondisi mangrove yang rusak inilah yang akan dilakukan rehabilitasi,” ujar dia.

Di Sumatera Utara, BRGM melaksanakan program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR) dengan target lahan mangrove yang direhabilitasi seluas 6.078 hektare hingga tahun 2027. Luasan mangrove ini mencakup 12 kabupaten, 34 kecamatan, dan 93 desa di provinsi tersebut.

Secara keseluruhan, pemerintah Indonesia menargetkan rehabilitasi lebih dari 75.000 hektare mangrove yang terdegradasi dalam program M4CR. Selain di Sumatera Utara, program ini juga diselenggarakan di tiga lokasi lainnya yaitu Riau, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Program M4CR mendapat dukungan dari Bank Dunia (World Bank) dengan pendanaannya disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).