KemenPUPR ingatkan kontraktor tentang UU Jasa Konstruksi

id Jasa Konstruksi,Kementerian PUPR

KemenPUPR ingatkan kontraktor tentang UU Jasa Konstruksi

Kementerian PUPR menggelar rapat koordinasi percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi Provinsi NTB 2019, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa (5/3). Foto Antaranews NTB/Awaludin

Amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 menyebutkan bahwa pekerja konstruksi harus memiliki sertifikat
Mataram (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) mengingatkan seluruh kontraktor sebagai penyedia jasa untuk mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 yang sudah diberlakukan penuh pada 2019.

"Amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 menyebutkan bahwa pekerja konstruksi harus memiliki sertifikat," kata Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Keterpaduan Pembangunan, Ahmad Ghani Gazali, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) Selasa, pada rapat koordinasi percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi Provinsi NTB  2019.

Kegiatan tersebut diikuti satuan kerja (satker) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) lingkup Kementerian PUPR yang ada di wilayah NTB.

Menurut Ahmad, Undang-Undang (UU) tentang Jasa Konstruksi juga mewajibkan seluruh pegawai yang melaksanakan konstruksi memiliki sertifikat. Tidak hanya berlaku bagi penyedia jasa yang melaksanakan proyek.

Hal itu bukan saja bertujuan untuk menjaga kualitas proyek, tetapi lebih kepada upaya negara menciptakan dan meningkatkan jumlah sumber daya manusia konstruksi Indonesia yang semakin berkualitas.

"Kementerian mengelola anggaran sebesar Rp100-120 triliun per tahun. Kalau 10 persennya untuk keuntungan penyedia jasa, berarti ada Rp100 triliun untuk pekerja konstruksi di seluruh Indonesia. Makanya pekerja konstruksi wajib bersertifikat," ujarnya.

Ia menegaskan jika penyedia jasa pemenang tender tidak menggunakan tenaga bersertifikat pada saat pelaksanaan proyek, maka pekerjanya bisa diberhentikan. Selain itu, penyedia jasa juga bisa dikenakan denda dan pekerjaannya diberhentikan sementara.

"Yang mengawasi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) di daerah dan pemerintah sebagai pemberi jasa juga bisa langsung memberhentikan pelaksanaan proyek," ucap Ahmad.

Oleh sebab itu, ia meminta seluruh satker dan PPK Kementerian PUPR di seluruh Indonesia, termasuk di NTB, untuk menyampaikan informasi mengenai Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi kepada para penyedia jasa ketika melakukan proses tender.

Para penyedia jasa juga diminta untuk mentaati Undang-Undang Jasa Konstruksi, dan Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 2 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Dokumen Pemilihan Pengadaan Jasa Konstruksi.

"Rapat koordinasi internal ini bertujuan untuk mendorong satker dan PPK untuk peduli bahwa pada 2019 diwajibkan melaksanakan amanat undang-undang. Satker dan PPK merupakan ujung tombak untuk menyosialisasikan kepada seluruh penyedia jasa," katanya.