Mataram (ANTARA) - Perdagangan antara Jerman dan Iran runtuh sebagai dampak dari sanksi Amerika Serikat (AS), menurut data laporan yang diterbitkan oleh surat kabar Jerman, Funke.
Laporan tersebut mendukung pernyataan Iran soal kegagalan Eropa dalam membantu melindungi perjanjian nonproliferasi nuklir yang ditandatanganinya.
Data Kamar Dagang Jerman menunjukkan bahwa volume perdagangan antara Iran dan negara ekonomi terbesar di Eropa itu turun 49 persen pada empat bulan pertama tahun 2019 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018, dengan volume yang terus menurun.
Kejatuhan volume perdagangan itu menunjukkan dampak dari sanksi yang diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump, yang menghukum perusahaan-perusahaan yang menjalankan bisnis dengan Iran dengan cara menghalangi akses mereka ke pasar AS.
Terdapat sekitar 60 perusahaan Jerman yang masih menjalankan bisnis dengan Iran, menurut perwakilan Kamar Dagang negara itu, Dagmar von Bohnstein, namun semakin banyak dari mereka yang bekerja hanya dengan pegawai setempat (local staff).
Negara-negara kuat di Eropa berkeinginan untuk melindungi perjanjian yang ditandatangani oleh pendahulu Trump. Perjanjian tersebut melonggarkan sanksi internasional bagi Iran sebagai timbal balik atas pengendalian program nuklir Iran untuk mencegah pengembangan senjata nuklir oleh negara itu.
Pemerintah Iran telah menegaskan bahwa pihaknya mengembangkan program nuklir hanya untuk tujuan damai.
Negara-negara Eropa telah mencoba untuk menyelamatkan perjanjian itu dengan cara mempertahankan keuntungan ekonomi kendati ada sanksi dari AS. Namun sejauh ini, mereka mengalami kegagalan. Iran secara besar-besaran menutup pasar minyak dan beberapa perusahaan besar Eropa membatalkan rencana untuk berinvestasi.
Data terakhir mengenai keruntuhan volume perdagangan ekspor Jerman ke Iran itu semakin mendukung keyakinan Iran, yang bersikeras menyebut bahwa upaya Eropa hanya memberikan dampak yang terlalu kecil untuk dihargai Iran dengan tetap berada dalam perjanjian.