KEGEMBIRAAN WARGA LOMBOK BERSAMA KAKI PALSU Oleh: Anwar Maga

id

KEGEMBIRAAN WARGA LOMBOK BERSAMA KAKI PALSU Oleh: Anwar Maga

"Bapak...Saya bisa jalan," kata Tamaria (7), pelajar kelas dua SD Negeri Gonjak, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), setelah dia berhasil melangkahkan kedua kakinya tanpa bantuan tongkat yang biasanya mengapit di kedua ketiaknya.

     Perkataan bocah perempuan itu tidak menggema, lebih mirip bisikan. Namun papaknya, H. Haerudin (60) seolah mampu mendengarnya. Sang Bapak terlihat manggut-manggut disertai senyum.
     Bocah penyandang cacat tuna daksa itu pun terus melangkah bolak-balik di antara dua batang bambu berukuran lima meter yang membentang berjajar membentuk lorong selebar 50 sentimeter.
     Dua batang bambu itu juga berfungsi sebagai penopang bagi penyandang tuna daksa yang berlatih menggunakan kaki palsu.
     Seperti tidak mengenal lelah, Tamaria, penyandangan cacat sejak lahir yang mengaku sering juara II di kelasnya itu, terus berlatih menggunakan kaki kirinya yang palsu.
     Keceriaan bocah itu semakin bertambah ketika diajak bicara soal teman-temannya yang selama ini jarang mengajaknya bermain bersama-sama akibat cacat bawaan yang dideritanya.
     "Saya sudah bisa main dengan teman-teman karena sudah bisa jalan," ujarnya dengan tatapan bersahaja namun sesekali menundukkan wajahnya.
     Matanya tampak berkaca-kaca ketika memandang bapaknya yang duduk di kursi di samping kanan lorong bambu itu.
     Kegembiraan serupa juga ditunjukkan Sinarah (23), pria yang memperistri Murtimah (18) dua tahun lalu, ketika dia melewati lorong bambu itu saat berlatih menggunakan kaki kanannya yang palsu.
     Sinarah mengaku harus kehilangan kaki kanannya yang diamputasi pertengahan tahun 2008, karena menderita penyakit yang ia pun tidak memahaminya, hanya beberapa bulan setelah menikah.
     "Kaki saya dipotong karena bengkak-bengkak di sini dan kata dokter harus dipotong agar tidak merambah ke bagian tubuh lainnya," ujar Sinarah sambil menunjuk lututnya.
     Kini, Sinarah sudah memiliki dua kaki lagi dan ia berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih giat berlatih menggunakan kaki palsunya itu agar bisa membantu istrinya di sawah, di Dusun Renteng, Desa Glanti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah.
     "Saya senang karena sudah kembali memiliki dua kaki, semenjak kaki saya dipotong, saya hanya menunggu di rumah, istri saya yang bekerja di sawah bersama orangtua kami," ujarnya berapi-api.
     Suasana gembira juga terlihat ketika penyandang tuna daksa lainnya, Rahani (15), berlatih ditemani ayahnya, H Muslihudin (35).
     Gadis lulusan SD yang berasal dari Desa Denggen, Kecamatan Selong, Kabupaten Lombok Timur, itu kehilangan kaki kirinya sejak lahir.
     Senyum sumringah setelah mendapatkan kaki palsu juga ditunjukkan H. Badrun (62), warga Kabupaten Lombok Tengah, meskipun dia masih enggan berlatih.
     Ia  memilih duduk di kursi sambil merokok disertai senyuman kepada orang-orang yang melintas di dekatnya.
     "Saya kehilangan kaki sejak umur 30 tahun dalam musibah kecelakaan lalu lintas, lebih dari setengah perjalanan umur saya hidup tanpa kaki dan selalu menjadi beban anak-anak," ujarnya nyaris menangis di sela-sela hembusan asap rokoknya.
     Tamaria, Sinarah, Rahani dan H. Badrun, merupakan bagian dari 54 orang penyandang tuna daksa di Pulau Lombok dan Sumbawa yang mendapat bantuan kaki palsu secara cuma-cuma dari Yayasan Sadhu Vaswani, sebuah organisasi sosial asal India.
     Sadhu Vaswani  berkomitmen untuk membagi-bagikan kaki palsu (prostese) dan tangan palsu (ortose) kepada masyarakat Indonesia kurang mampu. Organisasi itu menyiapkan sebanyak 200 unit setiap bulannya, yang penyalurannya antara lain melalui kelompok studi Weda, Sai Study Group (SSG), yang berbasis di Mataram.                     Pemasangan kaki dan tangan palsu itu berlangsung di Sekretariat SSG Mataram, di Kelurahan Mayura, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, 25 Januari.
     Ketua SSG Mataram, Ketut Sudiartha, yang didampingi wakil ketuanya, Wayan Suwanda, mengatakan, pemasangan kaki dan tangan palsu itu merupakan bagian dari kegiatan pelayanan sosial SSG Mataram.
     Sejauh ini, kelompok studi Weda itu melaksanakan tiga kegiatan utama, yakni spiritual, pendidikan dan kemanusiaan, atau pelayanan sosial kemasyarakatan.
     "Pemasangan kaki dan tangan palsu ini bagian dari kegiatan kemanusiaan dan merupakan kegiatan ketiga sejak tahun 2008 dan telah mencakup 156 orang penyandang cacat tuna daksa dan polio dari berbagai kabupaten/kota di wilayah NTB," ujarnya.
     Dia menyebut, kegiatan pertama pemasangan kaki dan tangan palsu di wilayah NTB dilaksanakan 18 Oktober 2008 yang diawali dengan tahapan pemeriksaan anatomi kaki dan tangan pada 26 Agustus 2008.
     Kegiatan kedua, 23 Nopember 2008 setelah pemeriksaan dan pengukuran kaki dan tangan para penyandang cacat yang dilaksanakan 19 Oktober 2008.
     "Kegiatan kedua tanggal 23 Nopember itu merupakan hari istimewa karena bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-83 Sad Guru, organisasi sosial Weda yang berbasis di India, yakni Bhagawan Sri Sathya Sai Baba," ujar Sudiartha.
     Sementara kegiatan ketiga yang tahapan pemasangannya terlaksana pada tanggal 25 Januari diawali dengan tahapan pemeriksaan dan pengukuran kaki dan tangan 3 Januari.
     Lima puluh empat orang penyandang cacat itu berasal dari Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, dan Sumbawa.

Berkelanjutan
     Ketua Ketut Sudiartha mengatakan, program kemanusiaan berupa pemasangan kaki dan tangan palsu untuk warga NTB kurang mampu itu masih terus berkelanjutan.
     Karena itu, pengukuran untuk pemasangan kaki dan tangan palsu pada kegiatan berikutnya mulai dilakukan.
     "Saat pemasangan kaki dan tangan palsu untuk 54 orang pada kegiatan ketiga ini, tim kami juga melakukan pengukuran terhadap 30-an orang yang membutuhkan," ujarnya.
     Pemasangan kaki dan tangan palsu pada kegiatan keempat dijadwalkan Pebruari atau Maret.
     Harga material kaki palsu itu di pasaran berkisar Rp2 juta hingga Rp4 juta yang ukurannya sampai lutut dan berkisar antara Rp5 juta hinga Rp6 juta untuk ukuran sampai pangkal paha.
     Sementara harga tangan palsu relatif lebih murah dari kaki palsu namun tidak berbeda jauh.
     Yayasan Sadhu Vaswani itu juga yang memayungi SSG Mataram dan SSG lainnya yang menyebar di berbagai lokasi di Indonesia.
     Seorang pejabat pada  Dinas Sosial Kependudukan dan Pendaftaran Penduduk Provinsi NTB menyatakan,  upaya SSG Mataram membantu pemasangan kaki dan tangan palsu untuk warga kurang mampu di wilayah itu  patut didukung semua pihak
     Menurut dia, selama ini pemda setempat mengarahkan mereka yang hendak memasang kaki atau tangan palsu ke Rehabilitasi Centrum (RC) Prof. RC Soeharso Solo, Jawa Tengah. (*)

Foto:Ahmad Subaidi/ANTARAMataram.com
Keterangan: Tamaria (7), pelajar kelas dua SD Negeri Gonjak, Kabupaten Lombok Timur, belajar berjalan menggunakan kaki palsu yang ia dapatkan gratis.