Surabaya (ANTARA) - Kepolisian Daerah Jawa Timur menggagalkan penjualan ratusan satwa dilindungi melalui sistem daring dalam dan luar negeri yang nilainya mencapai Rp1,5 miliar.
"Dari penggagalan ini kami mengamankan lima tersangka. Ada dua kelompok, satu kelompok pemain satwa burung langka, satu lagi pemain kerang yang dilindungi melalui sistem penjualan daring baik di dalam dan luar negeri," ujar Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan saat merilis kasus itu di Surabaya, Selasa.
Lima tersangka yang diamankan adalah Feri Subangi (30) warga Dusun Sumurwarak Tulungagung, Ahmad Saifudin (28) warga Sukowetan Trenggalek, Dadang Andri Krisbiantoro (36) warga Rebobaron Tulungagung.
Selanjutnya, M Sahalal Marzuki (30) warga Dusun Pati Tulungagung dan satu tersangka lain berinisial IS (43) yang merupakan residivis kasus serupa pada 2008.
"Pemain kerang berinisial IS ini sebelumnya juga residivis pernah menjalani hukuman selama enam bulan," ucapnya.
Jenderal polisi bintang dua itu memaparkan, total ada 53 jenis burung yang dijual bebas di pasaran melalui daring dan diperjualbelikan dengan harga berbeda setiap ekornya.
Misalnya, elang brontok, julang emas hingga kangkareng perut putih dengan harga Rp2 juta per ekor, sedangkan trenggiling seharga Rp1,5 juta hingga binturong dijual seharga Rp8 juta.
"Sesuai dalam undang-undang ini dilarang sehingga Polda Jatim ada satwa dengan berbagai jenis. Seperti burung jenis kakatua Maluku, elang brontok, elang brontok hitam, ada trenggiling, ada kukang ada alap-alap sapi, rangkong badak," papar Luki.
Polisi juga mengamankan 610 biji kerang akan diekspor yang jika dijual keuntungannya bisa mencapai Rp1,5 miliar.
Luki menjelaskan jika hewan ini dititipkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), namun pihak BKSDA akan melepas hewan-hewan ini ke habitat aslinya.
"Hewan maupun barang kami titipkan ke BKSDA, karena merekalah yang membidangi dan merawat mereka. Hewan-hewan ini nantinya dilepas ke habitatnya di Maluku dan lain-lain," tuturnya.
Atas perbuatannya, para pelaku disangkakan melanggar pasal 40 ayat 2 dan pasal 21 ayat 3 UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman penjara lima tahun dan denda Rp100 juta.