Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat mendalami indikasi korupsi dalam proyek pengadaan ikan teri yang masuk pada paket bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang untuk masyarakat terdampak COVID-19.
Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu, mengatakan pihaknya mendalami indikasi korupsi berdasarkan hasil koordinasi dengan inspektorat.
"Jadi, tindak lanjut koordinasi dengan inspektorat, kami akan perdalam lagi data-data temuan (indikasi korupsi)," katanya.
Pendalamannya, lanjut Dedi, akan tetap mengacu pada regulasi pemerintah yang berkaitan dengan penyaluran anggaran darurat COVID-19.
Bila ada indikasi kerugian negara, menurut dia, permasalahannya akan diupayakan selesai melalui proses ganti rugi.
"Karena ini (pengadaan ikan teri JPS Gemilang) menyangkut penanganan COVID-19, maka kami harus mengacu pada aturan yang dikeluarkan pemerintah," ujarnya.
Pemerintah daerah menyerahkan tanggung jawab pengadaan ikan teri kering kepada Dinas Kelautan dan Perikanan NTB. Ikan teri kering ini merupakan pengganti untuk item telur pada JPS Gemilang Tahap I.
Pada tahap II, Dinas Kelautan dan Perikanan NTB menggunakan perusahaan milik daerah dari PT Gerbang NTB Emas (GNE) sebagai pengumpul produk olahan UKM/IKM dengan menyalurkan anggaran Rp2,8 miliar.
Pihak dinas menggandeng sekitar 20 UKM/IKM untuk memproduksi ikan teri kering jenis lore. Harga per kemasan 250 gram senilai Rp19.000. Produknya disiapkan sebanyak 125.000 kemasan sesuai dengan jumlah keluarga penerima manfaat (PKM) JPS Gemilang Tahap II.
Untuk tahap III, Dinas Kelautan dan Perikanan NTB menggandeng enam penyedia ikan teri kering jenis ijo dari kalangan perusahaan swasta.
Dengan anggaran Rp2,4 miliar, harga beli per kemasan ukuran 250 gram senilai Rp15.000. Pada penyaluran bantuan sosial COVID-19 terakhir ini, pemerintah menyalurkannya kepada 120.000 PKM.