Kasus penjualan aset desa di Lombok Barat mengendap di kejaksaan

id penjualan aset,kejari mataram

Kasus penjualan aset desa di Lombok Barat mengendap di kejaksaan

Kasi Intelijen Kejari Mataram Heru Sandika Triyana memberikan penjelasan kepada kelompok masyarakat perihal perkembangan penanganan kasus penjualan aset desa di Kantor Kejati Mataram, Jumat (10/12/2021). ANTARA/HO-Kejari Mataram

Lelah kami menunggu, tiga tahun laporan ini, makanya kami datang pertanyakan

Mataram (ANTARA) - Kelompok masyarakat mempertanyakan kabar penanganan kasus dugaan penjualan aset di dua desa di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, yang telah lama mengendap di Kejaksaan Negeri Mataram.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Heru Sandika Triyana di Mataram, Jumat, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memberikan penjelasan perihal langkah kejaksaan dalam penanganan kasus tersebut.

"Dua kasus yang dilaporkan masyarakat ini masih dalam tahap pengumpulan data dan bahan keterangan," ucap Heru.

Kasus yang dipertanyakan masyarakat melalui Aliansi Masyarakat Pemuda Sasak itu berkaitan dengan aset lahan milik Desa Senteluk, Kecamatan Batulayar, dan Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat.

Koordinator Aliansi Masyarakat Pemuda Sasak Asmuni dalam aksi damainya di Kantor Kejari Mataram, mengatakan bahwa pihaknya sebagai pelapor belum juga mendapatkan perkembangan kasus sejak laporannya masuk tiga tahun lalu.

"Lelah kami menunggu, tiga tahun laporan ini, makanya kami datang pertanyakan," kata Asmuni.

Padahal, kata dia, pihaknya kerap memberikan informasi terkini untuk membantu jaksa dalam proses pengusutannya.

"Dalam laporan, kami juga sudah serahkan bukti yang menguatkan adanya dugaan penjualan aset, di antaranya itu akta jual beli yang sudah di-notaris-kan," ujarnya.

Untuk kasus dugaan penjualan aset Desa Senteluk, itu berupa lahan seluas 20,98 are. Aset ini terdaftar di BPKAD Lombok Barat pada tahun 2011 sebagai aset pemerintah daerah. Muncul indikasi aset desa tersebut berpindah tangan ke pihak ketiga tanpa legalitas yang sah.

"Berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) tahun 2015, saat aset ini diduga dijual, nilai tanahnya Rp600 juta. Surat pelepasan haknya diduga dimanipulasi. Sementara pihak desa mengeluarkan sporadik sehingga memuluskan proses penjualan," ucap dia.

Begitu juga status aset Desa Bagik Polak berupa lahan seluas 3,757 are. Aset ini diduga beralih ke pihak ketiga. Asmuni menaksir kerugian negaranya berdasarkan NJOP tanah tersebut dengan kalkulasi harga tanah Rp25 juta per are (1 are sekitar 100 m2).

"Ini yang kami minta jaksa untuk mengusutnya karena adanya dugaan ini, Pemkab Lombok Barat telah dirugikan. Nilainya kami perkirakan hingga Rp925 juta," ujarnya.