PESAN PRESIDEN SAAT PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA MANDALIKA Oleh Anwar Maga

id

Mataram, (ANTARA) - "Jangan hari ini tanda tangan MoU tapi kemudian 'goodbye.' Itu sama dengan menyandera. Yang lain tidak bisa mengerjakan, sementara yang sudah menandatangani MoU tidak kunjung melaksanakan apa yang sudah dijanjikan," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Presiden mengemukakan hal itu ketika meresmikan dimulainya pembangunan kawasan pariwisata Mandalika, yang terletak di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (21/10).
Presiden mengingatkan para investor untuk serius memenuhi komitmennya dalam pengembangan suatu kawasan wisata dan tidak "menyandera" pembangunan.
Selain itu, semua pihak diharapkan dapat bekerja sama secara serius agar seluruh investasi dalam pengembangan kawasan pariwisata Mandalika itu terlaksana sesuai harapan.
"Negara kita banyak yang tersandera seperti itu. Entah 15 atau 10 tahun yang lalu, investor mendapatkan konsesi untuk melakukan usaha di Indonesia namun mereka lalai, tidak dikerjakan, merugi," katanya.
Presiden khawatir, apabila itu yang terjadi, rakyat tidak memperoleh apa-apa, sementara pihak lain yang ingin mengelola terkendala alasan hukum dan alasan logis lain-lain.
"Inilah yang harus kita bersihkan di negeri ini. Jangan serakah mendapatkan izin di mana-mana, tapi tidak konsekuen dan tidak dilaksanakan," ujarnya.
Semestinya kawasan pariwisata Mandalika yang secara geografis berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan memiliki pantai berpasir putih sepanjang 7,5 kilometer itu, digarap investor Dubai yakni Emaar Properties, LLC, sejak beberapa tahun lalu.
Emaar berencana mengembangkan kawasan pariwisata terpadu di daerah itu, dengan nilai investasi sebesar Rp21 triliun untuk jangka waktu waktu 15 tahun (tiga periode), dengan nilai investasi tujuh triliun rupiah.
Pemerintah Indonesia yang diwakili BUMN PT Bali Tourism Development Coorporation (BTDC) dan Pemerintah Dubai yang diwakili Emaar Properties LLC, menandatangani nota kesepahaman (MoU) pengembangan kawasan wisata terpadu di Pulau Lombok itu, pada 19 Maret 2008.
Bahkan, rencana detail investasi periode pertama yakni pengembangan wisata terpadu di kawasan Mandalika Lombok, itu telah disusun Emaar dan BTDC, yang nantinya akan 'dieksekusi' oleh perusahaan patungan yang diberi nama PT Emaar-BTDC.
Sesuai kesepakatan awal, dalam perusahaan patungan itu Pemerintah Indonesia memiliki 15 persen saham sebagai kompensasi penggunaan lahan seluas 1.250 hektare.
Dari komposisi 15 persen saham itu, Pemda NTB (Provinsi dan Kabupaten Lombok Tengah) berhak atas kepemilikan 35 persen, sisanya milik pemerintah pusat.
Untuk tahap awal realisasi fisik, Emaar berencana membangun dua unit hotel mewah yang diberi nama Georgio Armani dan Ritz, kondominium dan lapangan golf pada areal seluas 450 hektare dari total 1.250 hektare lahan yang dibutuhkan.
Konsekuensi yang harus dipenuhi Pemerintah Indonesia atas rencana investasi puluhan triliun rupiah itu, antara lain penataan infrastruktur pendukung seperti jalan akses kawasan Mandalika itu dan bandara yang representatif.
Upaya percepatan pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL) di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, yang berjarak sekitar 16 kilometer dari kawasan Mandalika, dan pembangunan serta peningkatan kualitas jalan akses dari BIL ke kawasan Mandalika, semakin gencar.
Namun, di penghujung 2009 rencana investasi triliunan rupiah itu dibatalkan sehubungan dengan permasalahan obligasi Dubai World.
Pemerintah Dubai mengumumkan gagal bayar atas sebagian obligasi Dubai World yang jatuh tempo. Dubai World tercatat memiliki kewajiban hingga 59 miliar dolar AS, atau menguasai sebagian besar dari total utang Dubai yang mencapai 80 miliar dolar AS.
Pemerintah Indonesia tentu kecewa atas pembatalan rencana investasi itu, terutama Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, yang telah bersusah payah membebaskan lahan untuk investasi di kawasan Mandalika dan lahan untuk jalan akses.
Pemerintah pusat melalui kementerian terkait telah berupaya semampunya merealisasikan pembangunan bandara representatif itu, dan peningkatan jalan akses dari BIL ke kawasan Mandalika. Dari 16 kilometer ruas jalan yang direncanakan telah terbangun dan ditingkatkan kualitasnya sepanjang 7,5 kilometer.
Sementera Pemerintah NTB (Provinsi dan Kabupaten Lombok Tengah) telah membebaskan lahan seluas 1.175 hektare dari 1.250 hektare yang dibutuhkan Emaar.
Karena Emaar membatalkan rencana investasinya, maka BTDC mengubah konsep pengembangan kawasan wisata Mandalika itu, dengan konsep yang menyerupai perencanaan dan pengembangan kawasan wisata Nusa Dua, kawasan paling ujung selatan Pulau Bali.
Pembangunan Bandara Internasional Lombok pun diteruskan hingga dapat beroperasi pada 1 Oktober 2011, hingga Presiden meresmikan pengoperasiannya secara resmi pada Kamis (20/10).
Bandara Lombok itu berada pada lahan seluas 551 hektare itu memiliki landasan pacu 2.750 meter x 40 meter sehingga mampu didarati pesawat Airbus 330 atau Boeing 767 dan dapat menampung 10 unit pesawat di lapangan parkir (apron).
Terminal penumpang BIL seluas 21 ribu meter persegi, yang mampu menampung tiga juta penumpang setahun. Luas areal parkir mencapai 17.500 meter persegi.
Megaproyek BIL benilai Rp945,8 miliar ini terdiri atas Rp795,8 miliar tanggungan Angkasa Pura I, sebesar Rp110 miliar menjadi tanggungan Pemprov NTB dan Rp40 miliar dibebankan kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.

Percepat implementasi MP3EI
Saat "groundbreaking" kawasan Mandalika itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, mengungkapkan pesan-pesan Presiden Yudhoyono terkait pengembangan kawasan pariwisata itu.
"Berulangkali Bapak Presiden sampaikan, kita harus terus mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi nasional. Ini upaya kita mempercepat pembangunan ekonomi di Koridor V," ujarnya.
Pengembangan kawasan pariwisata Mandalika itu merupakan salah satu implementasi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Dalam MP3EI, NTB berada dalam koridor yang sama dengan Provinsi Bali dan NTT yang memprioritaskan pembangunan di bidang pariwisata dan pangan.
Alasan pengembangan kawasan pariwisata Mandalika itu antara lain, kawasan tersebut cukup strategis dalam mendukung ekonomi nasional, sehingga pemerintah terus mendorong berkembangnya aktivitas ekonomi.
Melalui peningkatan investasi dan produksi komoditi unggulan yang akan mendukung kemajuan sektor pariwisata, dan adanya pengembangan ekonomi kreatif yang berbasis budaya, peningkatan lapangan kerja, dan peningkatan PDRB daerah yang pada akhirnya mendukung pendapatan nasional.
"Pesan Bapak Presiden, agar kawasan Mandalika menjadi ikon baru, MICE (Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran), yang menjadi kebanggaan tidak hanya masyarakat NTB tetapi juga masyarakat Indoensia," ujarnya.
Secara keseluruhan pengembangan kawasan pariwisata terpadu itu membutuhkan dana di atas 3 miliar dolar AS atau setara dengan sekitar Rp27 triliun, dalam jangka waktu investasi 10 tahun.
"Dari nilai itu, 250 juta dolar AS (sekitar Rp2,2 triliun) di antaranya bersumber dari BUMN," kata Hatta.
Itu berarti, sebagian besar dana pengembangan kawasan Mandalika itu bersumber dari investor mitra yang digalang BUMN sektor wisata yakni PT BTDC.
Namun, dengan investasi besar itu diproyeksikan wisatawan yang berkunjung ke wilayah NTB dari ke tahun semakin meningkat. Khusus kawasan Mandalika saja, bisa dikunjungi satu juta orang jika infrastrukturnya telah terbangun.
Jika ini terwujud, tentunya akan meningkatkan PDRB daerah, masyarakat juga akan makin terberdaya karena adanya kebutuhan tenaga kerja sejak tahapan konstruksi hingga operasional beragam kegiatan usaha.
"Prediksi kami, dari 2015 hingga 2025 akan ada jutaan wisatawan yang ke NTB sehingga PDRB NTB akan meningkat lebih dari empat kali lipat," ujar Hatta.
Berbagai pihak tentu berharap kunjungan Presiden SBY ke kawasan pariwisata Mandalika sekaligus meresmikan dimulainya pengembangan kawasan itu, bukan hanya sebatas peristiwa seremonial.
Setidak-tidaknya, penandatangan nota kesepahaman (MoU) di hadapan Kepala Negara itu ditindaklanjuti ke tahapan berikutnya hingga kegiatan fisik di lapangan benar-benar terlihat.
Saat peresmian dimulainya pembangunan kawasan pariwisata Mandalika itu, manajemen PT BTDC menandatangani MoU kerja sama pemanfaatan lahan kawasan Mandalika itu, dengan enam pihak, termasuk tiga investor nasional.
Direktur Utama PT BTDC Ida Bagus Wirajaya menandatangani MoU dengan Komisaris PT Global Land Development Budi Rustanto, dengan Rahmat Gobel selaku pemilik PT Gobel Internasional dan dengan Peter Sondakh selaku pendiri, ketua, dan CEO PT Rajawali.
Manajemen MNC Group melalui PT Global Land Development akan membangun taman terpadu sebagai bagian dari rencana investasi pengembangan kawasan wisata Mandalika, berupa disneyland, taman bawah air dan taman teknik.
MNC Group itu juga akan melengkapi kawasan itu dengan serkuit Formula 1, ruang pleno untuk penyelenggaraan konser, dan pelabuhan laut untuk kapal pesiar dan pesawat laut.
Sementara Gobel Group berniat membangun fasilitas-fasilitas berteknologi ramah lingkungan seperti pengolahan air (water treatment), pengelolaan air limbah, solar system dan kegiatan ramah lingkungan lainnya.
Gobel juga akan memanfaatkan sebagian lahan di kawasan wisata Mandalika untuk pembangunan hotel dan vila, serta "hight end resort".
Sedangkan Rajawali Group melalui PT Canvas Development akan membangun dan mengembangkan hotel dan vila, serta "hight end resort" di Tanjung Ann.
Dua investor lainnya juga menandatangani MoU kerja sama pemanfaatan lahan di kawasan wisata Mandalika itu, masing-masing PT Wahanakarya Suplaindo, dan PT Yonasiondo Intra Pratama.
Wahanakarya berencana mendirikan tempat pelatihan dan keperawatan khusus yang para lulusannya akan dikirim ke luar negeri, beserta fasilitas pendukungnya.
Selain itu, Wahanakarya juga akan menggeluti usaha perhotelan untuk pelatihan siswa yang belajar di sekolah perhotelan, usaha Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN), usaha travel agency, perbankan, dan medical check up center.
Sementara Yonasindo berencana mendirikan tempat pelatihan dan keperawatan khusus yang akan dikirim ke luar negeri. Manajemen Yonasindo juga akan membangun fasilitas pendukungnya.
Tiga pihak lainnya yang ikut mengambil bagian dalam pemanfaatan kawasan wisata Mandalika dan diwujudkan dengan penandatanganan MoU yakni Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bali I Nyoman Madium, Direktur Politeknik Negeri Bali I Made Mudhina, dan Bupati Lombok Tengah Suhaili FT mewakili manajemen Balai Latihan Kerja (BLK) Lombok Tengah.
Selain tiga investor besar dan empat pengelola lembaga pendidikan yang telah menandatangani MoU itu, dalam waktu dekat ini akan ada penandatanganan MoU dengan delapan investor lainnya.
Kedelapan investor itu yakni PT Wyncor Bali, PT Sariarthamas Hotel Indonesia, PT Nikko Securities Indonesia, PT Global Mulia Bersama, PT Mandiri Maju Bersama, PT Megah Bersama Maju, PT Owanke dan PT Tataguna Karya Gemilang.
"Semoga dalam waktu tidak terlalu lama, kawasan pariwisata Mandalika itu akan memberikan 'multipilier efect' dan 'economic value added' yang signifikan terhadap Provinsi NTB, khususnya Kabupaten Lombok Tengah," ujar Ida Bagus Wirajaya. (*)