Mataram (ANTARA) - Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Komisaris Besar Polisi Teddy Rustiawan menaruh atensi terhadap penanganan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari kasus penggelapan dana pada Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima.
"Soal itu kami akan pelajari dahulu dan monitor," kata Teddy di Mataram, Kamis.
Direktur Reskrimum Polda NTB mengungkapkan hal tersebut usai menerima informasi perihal adanya putusan banding yang kini sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan banding itu dikeluarkan Pengadilan Tinggi NTB pada tanggal 21 Juli 2022.
Dalam putusan, hakim banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Raba Bima dengan nomor perkara 69/Pid.B/ 2022/PN Rbi tertanggal 31 Mei 2022.
Putusan pada pengadilan tingkat pertama itu menjatuhkan tiga terdakwa: Muhammad Sopyan selama 3 tahun penjara; Amran Amir 2 tahun penjara; dan Muhammad Fakhri 8 bulan penjara.
Ia menyebutkan bahwa Amran Amir adalah Ketua STKIP Bima periode 2016—2020, Muhammad Fakhri adalah Ketua Yayasan IKIP Bima periode 2019—2020, dan Muhammad Sopyan adalah Kepala Bagian Administrasi Umum periode 2016—2019 dan Kepala Bagian Keuangan periode 2019—2020.
Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Raba Bima menyebutkan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan secara berlanjut melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.
Putusan tersebut sesuai dengan dakwaan tunggal dari jaksa penuntut umum, yakni Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Namun, dalam putusan pidana tersebut tidak ada membebankan kepada tiga terdakwa untuk mengganti kerugian yang muncul sesuai hasil audit independen pihak kampus senilai Rp19,34 miliar. Hal itu yang menjadi dasar polisi mengembangkan kasus ke proses TPPU.