Mataram, (ANTARA) - Pedagang kaki lima di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang menunggak pajak bebas dari sanksi denda meskipun sudah ada peraturan daerah.
"Kami belum bisa menerapkan sanksi denda karena kebijakan pemungutan pajak hotel dan restoran untuk PKL yang memiliki usaha kuliner baru diterapkab bulan ini. Untuk sementara kami hanya meminta untuk amanah saja," kata Kepala Dinas Pendapatan Kota Mataram H Syakirin Hukmi, di Mataram.
Selain baru diterapkan, kata dia, pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Hotel dan Restoran bagi PKL juga masih terbatas di kawasan perdagangan Jalan Pejanggik Cakranegara.
Para PKL yang menjadi wajib pajak juga terbatas pada pengusaha kuliner yang berjualan pada malam hari. Hal itu merupakan kesepakatan bersama dengan Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Provinsi NTB dan APKLI Kota Mataram.
Syakirin mengatakan, PKL dikenakan wajib pajak adalah yang memiliki omzet minimal Rp300 ribu per hari. Nilai pajak yang harus dibayarkan sebesar 10 persen dari omzet per hari.
Besaran pajak tersebut sudah menjadi kesepakatan antara Pemerintah Kota Mataram dan anggota DPRD yang dituangkan dalam Perda tentang Pajak Hotel dan Restoran.
"Itu sudah aturannya. Dispenda hanya menjalankan tugas sebagai lembaga penghimpun pajak. Jadi kami tidak bisa menurunkan atau menaikkan," ujarnya.
Mengenai penarikan pajak di lokasi PKL lainnya, kata dia, pihaknya masih melakukan pendataan. Salah satu lokasi yang sedang didata adalah di Kecamatan Sandubaya.
Sementara penarikan pajak dari PKL yang berjualan di Taman Udayana, masih harus dikoordinasikan dengan beberapa instansi terkait, seperti Dinas Pertamanan yang mengelola lahan tersebut, serta Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika yang mengelola retribusi parkir kendaraan bermotor.
"Rencananya, setelah di kawasan Jalan Pejanggik Cakranegara, pendataan PKL akan berlanjut ke Kecamatan Sandubaya, kemudian ke lokasi lainnya. Kita bertahap dulu," ujarnya.
Ketua APKLI NTB Irwan Prasetya mengatakan pihaknya sebelumnya sempat menolak rencana penarikan pajak tersebut karena tidak pernah dilibatkan dalam penentuan besarannya khusus bagi PKL.
Namun setelah diundang berdialog oleh Pemerintah Kota Mataram, pihaknya menyetujui kebijakan itu dan berharap pemerintah mengelola pajak yang dibayarkan untuk kenyamanan dan keamanan anggotanya dalam berusaha di sektor perdagangan.
"Pajak itu sebenarnya dibayar oleh konsumen, bukan oleh PKL, namun imbasnya tentu harga jual dinaikkan sebesar 10 persen sesuai besaran pajak. Misalnya bakso yang dulunya Rp10.000 dinaikkan jadi Rp11.000," katanya.
(*)