NTB GENCAR PERJUANGKAN PEMBATASAN IMPOR TEMBAKAU VIRGINIA

id

     Mataram, 17/1 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) gencar memperjuangkan pembatasan impor tembakau Virginia untuk bahan baku rokok, agar petani tembakau dalam negeri terlindungi.

     "Kami gencar perjuangkan itu, selain berkoordinasi lisan, kami juga surati Menteri Perdagangan untuk membatasi impor tembakau Virginia untuk bahan baku rokok itu," kata Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Setda NTB H Abdul Haris, di Mataram, Kamis.

     Ia mengatakan, surat dari Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi kepada Menteri Perdagangan dan pihak terkait di tingkat pusat, yang berisi permohonan pembatasan impor tembakau agar tembakau virginia yang dihasilkan petani Lombok terlindungi, dikirim pada September 2012.

     Surat permohonan pembatasan impor tembakau itu, didasarkan pada kekhawatiran petani tembakau atas keengganan perusahaan mitra petani membeli hasil produksi petani Lombok.  

     Apalagi, industri tembakau merupakan manajemen usaha yang relatif tertutup. Perusahaan pabrik rokok membentuk anak perusahaan yang menjadi mitra petani sehingga terkesan monopoli.

     Perusahaan mengklaim pembelian tembakau petani menurun karena produksi rokok juga berkurang, padahal jika dilihat dari hasil pajak perusahaan rokok itu rata-rata mengalami kenaikan karena meningkatnya penjualan.

     Setelah dilakukan penelusuruan, akhirnya Pemprov NTB menyimpulkan penurunan pembelian tembakau virginia Lombok pada musim panen 2012, erat kaitannya dengan tembakau impor.

     Dilaporkan, tembakau impor harganya lebih murah, seperti dari China dan negara lainnya, sehingga perusahaan pabrik rokok kemudian mengabaikan tembakau petani dalam negeri.

     Peningkatan impor tembakau untuk bahan baku rokok nasional itu, antara lain disebabkan kebijakan Kementerian Keuangan untuk membebaskan bea masuk tembakau impor sejak Juli 2012.

     Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi NTB gencar meminta ke pusat agar ditempuh kebijakan di tingkat nasional yang bersifat melindungi petani dalam negeri.

     "Jangan sampai kran impor tembakau virginia terbuka luas, lalu mematikan petani dalam negeri. Makanya NTB berurat ke Jakarta," ujar Haris.

     Hanya saja, lanjut Haris, hingga kini Kementerian Perdagangan dan kementerian terkait yang disurati terkait permohonan pembatasan tembakau inpor itu, belum memberikan jawaban.

     "Makanya, nanti beberapa hari lalu kalau belum ada jawaban, kami akan surati lagi, agar ada jawaban segera. Kami perjuangkan nasib petani lombok yang sudah puluhan tahun bergelut di tembakau virginia," ujarnya.

     Sejak puluhan tahum silam, petani Lombok merupakan pemasok terbesar tembakau virginia sebagai bahan baku rokok untuk pabrik rokok yang ada di Pulau Jawa.

     Versi Dinas Perkebunan NTB, potensi produksi tembakau Virginia di Pulau Lombok mencapai 48 ribu ton atau 95 persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50 ribu ton/tahun.

     Potensi areal tanam tembakau virginia di wilayah NTB, khususnya Pulau Lombok, mencapai 58.516 hektare (ha). Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah dan 29.154 ha di Lombok Timur.

     Produktivitas tembakau virginia untuk bahan baku rokok di Pulau Lombok, NTB, juga  mengalami peningkatkan cukup signifikan setiap tahun, hingga mencapai 1,9 ton hingga dua ton per hektar.

     Masa produksi selama lima bulan dengan pelibatan pelaku usaha tani sebanyak 23 ribu orang dan 18 unit perusahaan pengelola tembakau sebagai mitra petani dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 154 ribu orang.

     Namun, sejauh ini tembakau virginia produk NTB yang dikirim ke luar daerah berbentuk krosok dalam kemasan khusus (peti kemas yang memiliki pengaturan suhu) sebagai bahan baku industri karena belum ada pabrik rokok, sehingga petani pun masih harus memanaskannya dalam oven tembakau.

     Sejauh ini, harga bahan baku tembakau virginia produk NTB yang diantarpulaukan lebih dari 20 perusahaan mitra petani tembakau itu berbentuk krosok berkisar antara Rp16 ribu hingga Rp29 ribu/kilogram. (*)