WANITA GUGAT CERAI MALAH DIDAKWA PIDANA DI PN MATARAM

id

     Mataram, 20/3 (Antara) - Hj Tina Supiati (44) menggugat cerai suaminya Sudaryanto (45) di Pengadilan Agama (PA) Mataram, malah didakwa menggunakan buku nikah yang data-datanya tidak sesuai, di Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

     Perkara penggunaan buku nikah yang data-datanya tidak sesuai itu mulai disidangkan di PN Mataram, Rabu, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Amirudin SH.

     Sidang perkara tindak pidana itu dipimpin oleh Pastra Joseph Ziralluo selaku ketua majelis hakim, dibantu dua orang anggota majelis hakim.  

     Wanita beranak dua yang duduk di kursi terdakwa itu didampingi tim penasehat hukumnya yakni Miftahurah, Karmal Maksudi dan Ahmad Mariji.

     Dalam materi dakwaannya, JPU menyatakan terdakwa menggunakan buku nikah yang data-datanya tidak sesuai, saat menggugat cerai suaminya Sudaryanto, di Pengadilan Agama Mataram, 12 Oktober Oktober 2012.   

    JPU menyatakan buku nikah yang dipakai menggugat cerai itu asli tapi palsu (aspal), sehingga layak ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

     Hj Tina menikah dibawah tangan dengan pria bernama Sudaryanto di Lumajang, tahun 1992, dan tidak ada masalah keluarga sampai 2012, yang berujung gugatan cerai.

     Versi JPU, pernikahan Hj Tina dan Sudaryanto tidak terdaftar sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku meskipun buu nikah itu diterbitkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Ampenan, Kota Mataram.

     "Diduga penggunaan buku nikah itu untuk kepentingan harta kekayaan, namun data-data dalam buku nikah itu tidak sesuai. Misalnya, nama suaminya tertulis Daryanto padahal semestinya Sudaryanto. Status wanita ditulis perawan padahal janda," ujar Amirudin saat membacakan materi dakwaannya dalam persidangan tersebut.

     Karena itu, Hj Tina Supiati didakwa telah menggunakan buku nikah yang data-datanya tidak sesuai, dan dijerat pasal 264 ayat 2 KUHP untuk dakwaan primer dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara, dan pasal 266 ayat 2 KUHP untuk dakwaan subsidier dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara, serta pasal 263 ayat 2 KUHP untuk dakwaan lebih-lebih subsidier dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.

     Terkait dakwaan JPU itu, Ketua Majelis Hakim Pastra Joseph Ziralluo meminta tanggapan terdakwa yang langsung menyatakan keberatan.

     "Silahkan bicara dengan penasehat hukumnya," ujar Joseph setelah mendengar pernyataan keberatan dari terdakwa.

     Selanjutnya, majelis hakim menyatakan sidang dilanjutkan pada Rabu (27/3) dengan agenda penyampaian nota pembelaan dari terdakwa dan penasehat hukumnya.

     Sebelum palu sidang diketuk pertanda sidang berakhir, tim penasehat hukum terdakwa mengajukan permohonan penangguhan penahanan, dan majelis hakim menyatakan akan mempertimbangkan permohonan tersebut.

           

Unjuk rasa

     Sesaat sebelum sidang perkara penggunaan buku nikah yang data-datanya dianggap palsu oleh aparat penegak hukum (polisi dan jaksa) itu digelar, sekelompok mahasiswa menggelar unjuk rasa di depan kantor PN Mataram.

     Pengunjuk rasa yang dikoordinir Firmansyah itu, menuding polisi dan jaksa telah keliru dalam memproseshukumkan perkara tersebut.

     Bahkan, kelompok mahasiswa menduga perkara itu dipaksakan sampai di pengadilan karena pesan sponsor, mengingat Sudaryanto selaku suami dari terdakwa Hj Tina Supiati merupakan salah satu pengusaha sukses di wilayah NTB.

     Kelompok pengunjuk rasa itu sempat membakar ban bekas di depan pintu gerbang PN Mataram, kemudian berorasi secara bergantian yang mengarah kepada kecaman terhadap aparat penegak hukum yang dianggap melakukan kriminalisasi terhadap perempuan.

     Dalam pernyataan sikapnya, pengunjuk rasa menyatakan, mendesak Kepala Kejaksaan Agung (Kajagung) untuk mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB, karena tidak pandai menelaah kasus Hj Tina Supiati.

     Mereka juga mendesak Kapolri agar mencopot Kapolda NTB yang dianggap salah total dalam menangani kasus tersebut.

     "Kami juga meminta Pak Hakim agar jeli dalam memahami perkara tersebut, dan membebaskan Hj Tina dari segala tuduhan, karena wanita itu telah dikriminalisasi," ujar Firmansyah. (*)