“PLTU Paiton, yang direncanakan untuk early retire, kami nggak diam aja, kami coba lakukan diskusi-diskusi dengan manufaktur Jepang untuk pastikan bahwa PLTU ini bisa gunakan biomassa 100 persen,” ujar Rully dalam Business and Risk Perspective energy transformation talk 2023 yang digelar di Jakarta, Rabu.
Untuk PLTU Paiton, lanjut Rully, telah disiapkan lahan seluas 52.000 hektare di Nusa Tenggara Timur yang merupakan lahan kritis untuk ditanami tanaman energi sebagai bahan bakar utama PLTU itu.
Menurutnya, pemanfaatan PLTU melalui optimalisasi program co-firing hingga 100 persen (main firing) lebih masuk akal dibandingkan dengan opsi sejumlah PLTU dipensiunkan dini, hal ini tak lepas dari segi biaya serta investasi yang cukup besar dalam membangun pembangkit energi baru terbarukan.
Ia pun mencontohkan apabila PLTU Paiton diganti dengan panel surya, maka diperlukan kebutuhan lahan yang lebih besar dan luas dalam prosesnya. “Untuk mengganti 300 megawatt (MW) PLTU Batubara dibutuhkan area 1.500 hektare, bisa dibayangkan Pulau Jawa bisa ketutup kalau seluruh PLTU harus retirement atau dimatikan (operasinya),” paparnya.
Baca juga: Perdagangan karbon perlu diikuti pengetatan batas atas emisi
Baca juga: PLN NTB: Penggunaan biomassa untuk PLTU menggerakkan ekonomi UMKM
Baca juga: Perdagangan karbon perlu diikuti pengetatan batas atas emisi
Baca juga: PLN NTB: Penggunaan biomassa untuk PLTU menggerakkan ekonomi UMKM
Adapun hingga kini, PLTU Paiton dengan kapasitas 2x400 MW menerapkan co-firing dengan bahan bakar serbuk gergaji (sawdust) dan pelet kayu (wood pellet). Sementara itu, PLTU Paiton 9 dengan kapasitas 1x600 MW telah melakukan co-firing dengan sawdust di bawah 5 persen.
Rully turut melaporkan realisasi co-firing biomassa PNP yang pada 2022 telah memanfaatkan 230.000 ton biomassa, dan berhasil mengurangi emisi karbon setara 251.000 ton CO2.