Mataram, (Antara) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menyatakan belum bisa memastikan kapan realisasi konversi minyak tanah ke elpiji (LPG) di Pulau Sumbawa bisa berjalan seperti di Pulau Lombok, sehingga sampai sekarang masih tertunda.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi NTB di Mataram Husni di Mataram, Minggu, mengatakan ditundanya realisasi konversi minyak tanah ke elpiji di Pulau Sumbawa karena pemerintah pusat hingga saat ini belum menganggarkan dana konversi untuk warga di daerah itu.
"Kami sendiri belum tahu sampai kapan konversi minyak tanah ke elpiji untuk masyarakat Sumbawa bisa diwujudkan," kata Husni.
Menurutnya, kepastian tidak adanya dana untuk konversi elpiji di Pulau Sumbawa, diperoleh setelah Pemprov NTB mendapat informasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas).
Selain itu, kata Husni, pemerintah pusat sampai saat ini masih belum berpikir khusus untuk kawasan Indonesia bagian timur terkait sisi ekonomis memakai minyak tanah daripada elpiji.
"Bisa jadi pemerintah pusat memiliki kajian lain sehingga program konversi minyak tanah di Sumbawa belum bisa berjalan seperti di Pulau Lombok," ujarnya.
Meski demikian, pemerintah daerah tidak akan menyerah sebelum progam konversi tersebut bisa terwujud.
"Jadi, kita akan tetap mengajukan permintaan itu ke pusat agar program konversi minyak tanah ke elpiji bisa terealisasi," katanya.
Pelaksanaan konversi minyak tanah bersubsidi ke elpiji ukuran tiga kilogram di wilayah NTB khususnya pada kabupaten/kota di Pulau Lombok telah dimulai sejak akhir 2011.
Konversi itu ditandai peresmian penyerahan paket perdana elpiji tiga kilogram kepada perwakilan masyarakat di kabupaten/kota se-Pulau Lombok oleh Wakil Gubernur NTB di Kantor Kecamatan Mantang pada 23 Desember 2010.
Penerima paket perdana elpiji tiga kilogram itu diberikan tanpa biaya, berupa satu unit kompor, regulator dan selang serta tabung isi elpiji tiga kilogram. Sedangkan, konversi minyak tanah ke elpiji di Pulau Sumbawa direncanakan mulai 2012, namun hingga saat ini terus tertunda karena ketiadaan anggaran di APBN.