PPP dan PDI Perjuangan punya DNA antitesis Orde Baru

id pilpres,ganjar,ppp,pdip

PPP dan PDI Perjuangan punya DNA antitesis Orde Baru

Pengamat politik Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Raja Muda Bataona. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan deklarasi dukungan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap Ganjar Pranowo bukanlah sebuah kejutan.

Menurut Mikhael, justru apabila PPP tidak mendukung gubernur Jawa Tengah tersebut sebagai bakal capres, seperti halnya PDI Perjuangan, maka hal itu akan menjadi sebuah kejutan besar.

"Mengapa demikian? Karena PPP itu, sejak orde baru, sudah mempunyai semacam DNA sebagai oposisi dan antitesis kekuasaan Orde Baru dan Soeharto, yang demikian otoriter, absolut, dan militeristik. Karena itu, sejarah kedua partai ini, yaitu PDI Perjuangan dan PPP, adalah sebuah perekat yang sulit dilepaskan," kata Mikhael Bataona di Kupang, NTT, Kamis.

Dosen Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unwira itu mengemukakan hal itu berkaitan dengan deklarasi dukungan PPP terhadap Ganjar Pranowo, Rabu (26/4).

Artinya, lanjut Mikhael, dukungan PPP kepada Ganjar adalah sebuah penegasan ideologis sekaligus historis bahwa PPP dan PDI Perjuangan selalu bisa menghilangkan atau mengomunikasikan perbedaan-perbedaan untuk kemudian bekerja sama.

"Jadi, variabel kedekatan PPP dan PDI Perjuangan secara historis ideologis, sebagai antitesis kekuasaan Soeharto di masa Orde Baru itulah, yang membuat mereka sangat mudah mengambil keputusan untuk mendukung Ganjar," katanya.

Selain itu, tambahnya, kerja sama kedua partai itu juga sudah terjalin pada level yang sangat intim dan mesra ketika Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan mantan ketua umum PPP Hamzah Haz menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2001-2004 pada masa reformasi.

"Jadi, memang secara historis, kedekatan PPP dan PDI Perjuangan itu sangat kuat memberi pengaruh pada keputusan mendukung Ganjar; dan bahkan kantor kedua partai ini juga sangat dekat, sehingga secara psikologis mereka sangat dekat," jelas Mikhael.

Oleh karena itu, menurut dia, dukungan PPP pada Ganjar merupakan semacam nubuat politik yang menggenapi dirinya sendiri atau ramalan politik yang memenuhi karena memang sudah seperti itu jalan sejarahnya dengan melihat aspek historis.

Hubungan kedua partai, yang selama hampir 10 tahun bekerja sama dengan Presiden Joko Widodo, juga cukup sinkron, kata Mikhael. Selain itu, aspek ideologis dan psikologis, yaitu sejarah kedekatan kedua partai, memang sangat kuat.

Sehingga, lanjutnya, dukungan PPP terhadap Ganjar bukan kejutan politik, tetapi afirmasi positif dari dua partai politik yang sejak masa orde baru dan masa reformasi sudah bersinergi.

Baca juga: Wapres yakin perbedaan politik Pemilu 2024 tak timbulkan perpecahan
Baca juga: Istana Batu Tulis tentang watak politik digerakkan ideologi

"Atau, dengan bahasa yang lebih simbolis, ini ibarat nubuat yang menggenapi dirinya sendiri," ujarnya.