Kemenlu: 300 WNI Diduga Disekap di Riyadh, Arab Saudi

id WNI DISEKAP ARAB

Ini sebuah tindakan kriminal. Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi berkomitmen bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini
Mataram (Antara NTB) - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Muhammad Iqbal mengungkapkan ada 300 warga negara Indonesia yang diduga disekap di Riyadh, Arab Saudi.

"Ada 300-an orang yang diduga disekap di Riyadh," kata Iqbal di Mataram.

Ia mengatakan, dari 300 WNI yang diduga disekap di Riyadh, Arab Saudi, itu berprofesi sebagai TKI. Bahkan di antaranya berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Kita masih mencari tahu dulu keberadaan mereka dimana," ujarnya.

Iqbal menjelaskan pihaknya mendapat laporan dugaan WNI disekap ini sudah dua minggu lalu dan saat ini kasusnya sudah dilaporkan ke KBRI di Riyadh.

"Saat ini sudah ditangani KBRI di Riyadh," ujarnya.

Ia mengakui, dari isu yang beredar para WNI ini diduga disiksa. Namun, terkait benar atau tidaknya informasi itu masih dalam pendalaman pihak KBRI di Riyadh.

"Ini residu dari persoalan TKI yang nonprosedural yang muncul belakangan ini sehingga kita tidak bisa pantau keberadaan mereka. Kita tahu keberadaan mereka setelah ada permasalahan," jelasnya.

Menurutnya, dalam upaya menyelesaikan masalah ini, Pemerintah Indonesia mendapat dukungan dari pihak keamanan Arab Saudi.

"Ini sebuah tindakan kriminal. Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi berkomitmen bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini," tegasnya.

Iqbal menambahkan, kuat dugaan kasus penyekapan WNI masuk dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Terlebih lagi, kasus seperti ini bukan kasus yang pertama terjadi.

"Dari informasi yang diperoleh, para WNI ini direkrut dan ditampung di sebuah perusahaan besar di Arab Saudi. Lokasinya dimana dan detailnya kita belum tahu," ujarnya.

Saat ini, kasus tersebut sedang dalam proses investigasi lebih lanjut oleh pihak KBRI dan Arab Saudi.

"Setelah ini selesai, kita akan kembalikan. Tetapi kemungkinan secara bertahap," katanya. (*)