Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan telah menerima tagihan untuk pembayaran kompensasi energi oleh PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) senilai Rp53,8 triliun. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menjelaskan tagihan tersebut merupakan nilai kompensasi pada kuartal I-2024.
“Untuk saat ini, tagihan yang sudah masuk untuk kuartal I-2024 totalnya dari PLN dan Pertamina sebesar Rp53,8 triliun,” kata Isa dalam konferensi pers APBN KiTa yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Namun, lanjut Isa, nilai tersebut masih dalam proses audit oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dari Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diperkirakan akan selesai dalam beberapa pekan ke depan.
Di samping itu, pembayaran kompensasi dilakukan setiap tiga bulan sekali. Dengan demikian, Kementerian Keuangan masih belum membayar tagihan yang diterima pada kuartal I-2024.
“Jadi, untuk 2024 ini, kami belum membayar tagihan kuartal I karena prosesnya sedang berlangsung,” ujar dia.
Sementara untuk tagihan kompensasi energi kuartal II-2024 baru akan diterima oleh Kementerian Keuangan pada akhir Juli atau awal Agustus 2024. Adapun sebelumnya Kementerian Keuangan telah melunasi tagihan kompensasi energi untuk Pertamina dan PLN pada periode 2023 dengan total nilai mencapai Rp201 triliun.
Untuk diketahui, dana kompensasi Pertamina untuk menutupi selisih harga jual formula dan harga jual eceran di SPBU atas kegiatan penyaluran jenis BBM tertentu (JBT) Solar dan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) Pertalite.
Sementara kompensasi PLN untuk selisih tarif listrik beberapa golongan dengan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. Selain kompensasi, Kementerian Keuangan juga menyalurkan subsidi energi dengan nilai realisasi mencapai Rp56,9 triliun hingga 31 Mei 2024.
Baca juga: Realisasi penerimaan pajak capai Rp760,38 triliun hingga Mei 2024
Baca juga: Kemenkeu sebut pengembangan KEK turut memacu pertumbuhan ekonomi Batam
Subsidi itu disalurkan untuk bahan bakar minyak (BBM), LPG 3 kilogram, dan listrik bersubsidi. Realisasi subsidi BBM tercatat mencapai 5,57 juta kiloliter (KL), turun 1 persen bila dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar 5,63 juta KL. Anggaran yang digunakan untuk subsidi BBM mencapai Rp6,6 triliun.
Sementara subsidi LPG 3 kilogram digelontorkan sebesar Rp26,8 triliun dan disalurkan sebanyak 2,7 juta metrik ton, tumbuh 1,9 persen dibandingkan tahun lalu sebanyak 2,6 juta metrik ton. Adapun realisasi subsidi listrik mencapai Rp23,5 triliun dan diterima oleh 40,4 juta pelanggan, lebih tinggi 3,1 persen dari realisasi tahun lalu yang sebanyak 39,2 juta pelanggan.