Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memangkas proses perizinan yang dianggap terlalu berbelit-belit sebagai langkah penting untuk meningkatkan lifting minyak.
"Negara kita dikomplain karena banyak aturan, dulu 320 lebih (aturan) sekarang hampir 200 aturan izin yang harus kita selesaikan," kata Bahlil dalam Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas Tahun 2024 di Jakarta, Senin malam.
Bahlil mencatat bahwa Indonesia sebelumnya memiliki lebih dari 320 aturan terkait izin di sektor minyak, yang sekarang telah dipangkas menjadi hampir 200 aturan. Selain itu, pihaknya menyoroti skema gross split dengan cost recovery. Skema itu masih memiliki kendala, terutama dalam hal kompleksitas kriteria yang membingungkan.
Awalnya, terdapat 29 item dalam skema gross split yang dinilai sulit dipahami oleh para kontraktor. Bahkan Bahlil mengaku bahwa dirinya pun yang seorang Menteri ESDM, sulit memahami mengenai kriteria tersebut.
Baca juga: Bahlil ingin "smelter" masuk Indonesia kolaborasi
"Ada gross split yang baru itu adalah tadinya ada 29 item, saya sendiri bacanya susah, apa ini? Kok kriterianya panjang sekali, belum pengusaha, baru saya menteri (yang) baca," ujarnya.
Untuk itu, Bahlil mengambil inisiatif untuk merampingkan kriteria dari 29 item menjadi hanya lima item. Ini diharapkan memberi keleluasaan bagi kontraktor dalam memilih jalur terbaik.
"Maka, kemudian kita ramping dari 29 item menjadi lima item, untuk diberikan keleluasaan bagi kontraktor untuk memilih jalur mana agar kemudian bisa kita mengoptimalkan dan percepatan terhadap proses lifting kita," tutur Bahlil.
Baca juga: Pengusaha jangan perhatikan berlebihan ke staf ESDM
Dengan langkah itu, pemerintah berharap dapat mempercepat proses lifting minyak dan mendorong kontraktor untuk lebih aktif dalam pengembangan sumur-sumur yang ada. Bahlil menegaskan bahwa dia terbuka terhadap kritik dan masukan, sebagai langkah untuk terus meningkatkan kebijakan di sektor energi.
Dia juga mengingatkan bahwa potensi dalam negeri harus dioptimalkan, dengan harapan Indonesia bisa menekan impor minyak.
"Saya tidak anti terhadap kritikan atau masukan, saya kebetulan juga (mantan) pengusaha kalau ada negara lain yang memberikan sweetener bagus pasti kita akan menuju ke sana, tapi satu sisi kita harus bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada," kata Bahlil.