Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan daya beli masyarakat harus ditingkatkan dan terjaga karena dapat mempengaruhi kinerja perekonomian untuk mencapai pertumbuhan sebesar 8 persen.
“Tentang ekonomi tumbuh 8 persen, kita harus melihat karena pertumbuhan ekonomi tentu banyak faktor di situ yang terjadi. Yang harus kita lihat tentu juga dari segi buying power masyarakat, dari program-program nanti APBN,” kata Jahja dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Ia menuturkan banyak faktor yang mempengaruhi jalannya perekonomian dan memacu pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, termasuk kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Karena yakin program-program APBN kalau itu memang berjalan, akan sangat mendorong perekonomian kita ke depan,” ujarnya.
Dengan tim ekonomi yang mempertahankan orang-orang yang sudah menunjukkan performa dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa sulit karena pandemi, ia menyakini ke depan kinerja APBN akan semakin baik.
“Tapi ini kan belum memasuki era itu. Tahun depan mungkin baru mulai kita melihat bagaimana APBN untuk 2025, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana efektifitasnya menahan inflasi dan mencoba mendorong growth dari situ,” tuturnya.
Selain itu, menurut Jahja, dengan lebih banyak jumlah menteri dalam kabinet pemerintahan saat ini, maka fokus akan semakin tajam pada bidang-bidang tertentu, sehingga diharapkan kebijakan dan kinerja yang dihasilkan ke depan akan semakin baik juga dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Tetapi yakin basic-nya sudah bagus tim ekonomi kita sudah baik, dan juga dengan cukup banyaknya menteri-menteri berarti fokus dari mereka itu masing-masing lebih tajam kepada bidang masing-masing. Nah tinggal kita menunggu policy-nya seperti apa, kinerja seperti apa, kita harapkan tentunya nanti itu akan bisa lebih baik,” kata Jahja.
Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Visi dan Misi Asta Citanya memiliki keinginan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang swasembada di bidang pangan, dan juga energi.
Baca juga: Indonesia's trade surplus reaches 53rd consecutive month
Selain itu, Presiden Prabowo turut menargetkan Indonesia bisa menjadi negara industrialis, sehingga target pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen bisa terwujud.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyarankan Pemerintah untuk membuat kebijakan yang memperkuat daya beli kelas menengah, mengingat kontribusinya yang tinggi terhadap perekonomian.
“Penguatan daya beli diperlukan tidak hanya untuk kelompok miskin, tapi juga untuk kelas menengah (middle class) dan menuju kelas menengah (aspiring middle class),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat konferensi pers, di Jakarta, Jumat (30/8).
Baca juga: BPS: Nilai impor NTB turun 80,56 persen pada September 2024
Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPS, jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah mencakup 66,35 persen dari total penduduk Indonesia, dengan proporsi konsumsi pengeluaran mencapai 81,49 persen dari total konsumsi masyarakat.
Namun, porsi kelas menengah mulai mengalami penurunan sejak pandemi COVID-19 pada 2019, dari 57,33 juta (21,45 persen) pada 2019 menjadi 47,85 juta (17,13 persen) pada 2024.