Mataram (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, jumlah kasus bullying atau perundungan di Mataram setiap tahun masih relatif rendah.
"Setiap tahun kasus bullying yang kami tangani tidak sampai 10 kasus," kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Joko Jumadi di Mataram, Rabu.
Namun, rendahnya kasus bullying yang ditangani itu membuat LPA Kota Mataram tidak puas, sebab jika melihat potensi di lapangan kasus bullying banyak terjadi.
Tetapi masalahnya banyak masyarakat yang tidak mau melapor sehingga ketika ada kasus bullying di sekolah atau di tingkat lingkungan, maka kasus itu selesai sampai di situ.
"Kondisi itu terjadi, karena masyarakat masih berpikir kalau melapor pasti akan berurusan dengan hukum. Padahal, itu belum tentu terjadi karena ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan," katanya.
Baca juga: Sekolah di Mataram diminta optimalkan TPPK cegah perundungan
Semestinya ketika ada kasus bullying, menurut Joko, orang tua, pihak sekolah, atau lingkungan harus segera melaporkan agar dapat ditindaklanjuti tidak harus ke ranah hukum, tapi yang penting dilakukan adalah pembinaan dan rehabilitasi.
"Rehabilitasi psikologis itu dilakukan baik kepada para korban maupun pelaku," katanya.
Sayangnya, ketika kasus bullying selesai di tingkat lokasi kejadian seperti di sekolah dan lingkungan, langkah rehabilitasi dan pembinaan tidak dilakukan.
Baca juga: DP3A Mataram: Pola asuh orang tua mempengaruhi perilaku "bullying"
Hal tersebut bisa berdampak buruk pada korban dan pelaku, baik secara fisik maupun mental. Seperti depresi, kecemasan, stres, penurunan prestasi, pikiran untuk balas dendam, hingga sulit membentuk hubungan dengan orang lain.
"Karena itulah, sekecil apa pun kasus bullying, tetap harus ada proses rehabilitasi dan pembinaan minimal sebagai upaya pemulihan trauma dan mencegah kejadian serupa," katanya.