Malang (ANTARA) - Lanskap industri media mengalami perubahan signifikan sejak era digital dan kemajuan teknologi kecerdasan buatan atau AI dalam beberapa tahun terakhir. Tidak dipungkiri digitalisasi dan kemajuan AI tersebut telah mengamplikasi produksi dan distribusi informasi di berbagai platform. Profesionalisme jurnalis sebagai rujukan masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar menjadi tantangan agar tidak terjebak dalam misinformasi, disinformasi, ataupun hoax. Selain tantangan terkait profesionalisme, di Indonesia kasus kekerasan terhadap jurnalis juga masih membayang bayangi jurnalis dalam melaksakan tugas jurnalistik. Misalnya saja data terbaru dari AJI yang mencatat bahwa dalam kurun waktu tahun 2024 lalu setidaknya ada 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis, bahkan 1 jurnalis dibunuh.
Itulah sebabnya peningkatan kapasitas jurnalis salah satunya melalui organisasi profesi menjadi upaya tidak hanya dalam hal peningkatan profesionalisme agar melaksanakan tugas jurnalistik sesuai kode etik namun juga dalam rangka melindungi kebebasan dan hak jurnalis. Organisasi perusahaan pers memperoleh mandat untuk mendukung, memelihara, dan menjaga kemerdekaan pers yang profesional sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 C dan F serta Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Untuk melaksanakan mandat tersebut perlu dikembangkan organisasi perusahaan pers yang memiliki integritas dan kredibilitas serta anggota yang profesional.
Keberadaan organisasi pers maupun asosiasi perusahaan pers merupakan impelemwntasi dari kebebasan berserikat dan berkumpul yang sudah dijamin oleh Undang Undang. Beberapa organisasi pers yang sudah sesuai standar organisasi wartawan dan terverifikasi dewan pers saat ini sudah beragam, sebut saja PWI (persatuan wartawan Indonesia) yang lahir pada 9 Februari 1978, PFI (Pewarta Foto Indonesia) lahir pada 22 Maret 1992, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) lahir 9 agustus 1998, AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Lahir 7 Agustus 1998, PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional) lahir pada 17 Desember 1974, AMSI ( Asosiasi Media Siber Indonesia )lahir pada 18 April 2017 dan beberapa organisasi profesi laiwnya.
Beragam organisasi pers dan asosiasi perusahaan pers di Indonesia merupakan implementasi dari kebebasan berserikat dan berkumpul yang sudah dijamin undang-undang. Sebagaimana Pers adalah pilar keempat demokrasi yang membutuhkan profesonalisme dalam menjamin transformasi informasi publik secara proporsional membutuhkan dukungan bukan hanya dari perusahaan pers namun juga organisasi profesi yang menaungi jurnalis. Namun apakah jurnalis sendiri mempunyai kesadaran untuk tergabung menjadi anggota salah satu profesi tersebut? Atau apakah organisasi profesi sudah melakukan upaya upaya maksimal dalam rangka peningkatan profesionalisme dan perlindungan terhadap jurnalis? Tentunya belum sepenunuhya, ada banyak faktor internal maupun eksternal yang menjadi bottleneck.
Jika melihat beberapa kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia organisasi profesi menjadi garda terdepan dalam memberikan advokasi terhadap jurnalis. Sebut saja salah satu contoh bagaimana peran organisasi pers seperti AJI, dalam mengawal kasus kekerasan terhadap Nurhadi jurnalis tempo yang mengalami kekerasan oleh aparat saat melaksankaan tugas jurnalistik. Solidaritas dukungan dari berbagai organisasi seperti IJTI, PWI, AMSI bahkan organisasi Internasional juga mengalir agar kasus kekerasan yang dialami oleh Nurhadi yang merupakan anggota AJI Surabaya ini mendapatkan keadilan.
Peran organisasi pers bukan sekedar peningkatan kapasitas dan profesionalisme jurnalis dalam menaati kode etik Jurnalistik. Organisasi pers perlu memberikan dukungan agar Pers mampu melaksanakan fungsi utama sebagaimana UU pers Pasal 3 (1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. (2) Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Dengan adanya organisasi pers dari berbagai lintas media diharapkan penegakan kode etik jurnalistik, advokasi terhadap kebebasan pers dan peningkatan profesonalisme lebih terjamin, hal ini tentunya untuk mewujudkan prinsip utama pers, “Pers bebas dan bertanggung jawab”.
Selamat hari lahir PWI, Selamat Hari Pers…..
*) Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Komunikasi BINUS University