PEMKAB LOTENG SEGERA TUNTASKAN POLEMIK LAHAN DRAINASE BIL

id

     Mataram, 12/8 (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) segera menuntaskan polemik pembebasan lahan untuk drainase Bandara Internasional Lombok (BIL) yang terus berkepanjangan sejak awal 2008.

     "Kami segera tuntaskan masalah itu, memang ada polemik tetapi kami pastikan tertangani secara baik dalam waktu dekat ini," kata Bupati Lombok Tengah, H. Lalu Wiratmaja, kepada wartawan di sela-sela rapat koordinasi Gubernur NTB dengan bupati/walikota Se-NTB, di Mataram, Rabu.

     Wartawan meminta penegasan Bupati Lombok Tengah yang akrab disapa Mamiq Ngoh itu karena dalam rapat koordinasi itu Gubernur NTB, KH. M. Zainul Majdi, mengungkapkan, pembebasan lahan untuk kepentingan drainase BIL belum juga tuntas.

     Sementara pihak PT Angkasa Pura I beserta kontraktor pelaksana dan konsultan pengawas pembangunan BIL yang di Dusun Slanglit, Desa Tana Awu, Kecamatan Penujak, Kabupaten Lombok Tengah itu, sudah berkomitmen untuk merampungkan berbagai paket pembangunan bandara itu akhir 2009 agar dapat dioperasionalkan awal 2010.

     Paket pekerjaan BIL itu termasuk drainase, sehingga lahan berukuran panjang 150 meter dan lebar 15 meter atau seluas 2.250 meter persegi untuk kepentingan drainase itu pun harus bebas masalah.

     Penyebab utama belum tuntasnya proses pembebasan lahan drainase itu yakni adanya keinginan masyarakat pemilik tanah untuk mendapatkan harga jual tanah yang melambung tinggi.

     Pihak Angkasa Pura I menaksir harga jual untuk drainase BIL itu sebesar Rp2 juta/are sesuai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tetapi pemilik tanah menghendaki Rp13 juta/are.

     Jika disetujui, Rp2 juta/are maka anggaran untuk pembebasan lahan itu hanya sebesar Rp45 juta, sementara harga jual sesuai keinginan pemilik tanah sebesar Rp292,5 juta untuk 2.250 meter persegi itu.

     Karena itu, dalam rapat koordinasi itu gubernur meminta Bupati Lombok Tengah untuk menuntaskan polemik itu agar sinkron dengan program percepatan pembangunan bandara internasional itu.

     Menurut Mamiq Ngoh, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut pihaknya melibatkan pihak ketiga yakni pengelola Lembaga Swadaya masyarakat (LSM).

     "Di Lombok Tengah pegiat LSM dihimpun dan biasanya ikut membantu menyelesaian perselisihan masyarakat. LSM-LSM itu akan dilibatkan untuk membantu menyelesaikan perselisihan harga lahan yang akan dibebaskan untuk drainase itu," ujarnya.

     Ia pun berharap, para pemilik tanah dan pihak PT Angkasa Pura I segera menyepakati solusi terbaik agar polemik pembebasan lahan untuk drainase BIL itu dapat dituntaskan.  

     Pembangunan BIL itu berada dibawah pengawasan langsung PT Angkasa Pura I yang melibatkan sejumlah kontraktor pelaksana seperti PT Hutama Karya dan PT Slipi Raya Utama.

     Pembangunan BIL fase I state I yang dilaksanakan dalam tahun anggaran 2006 hingga 2009 dengan dukungan dana sebesar Rp799 miliar lebih.

     Panjang landasan (runway) BIL itu 2.750 meter dengan lebar 45 meter. Lahan apron (tempat parkir pesawat udara) seluas 62.074 meter, terminal yang dilengkapi dua unit ruang eksekutif pada areal seluas 12 ribu meter dan kawasan parkir kendaraan seluas 17.500 meter.

     Dari total anggaran pembangunan BIL itu, sebanyak Rp634,4 miliar merupakan tanggungan pihak Angkasa Pura I, sebanyak Rp117 miliar dibebankan kepada APBD Provinsi NTB dan sebanyak Rp40 miliar dari APBD Kabupaten Lombok Tengah. (*)