ABG bunuh bocah 5 tahun: aspek hambatan psikolog tidak serta merta hapuskan pidana

id ABG,Bunuh,Bocah,Pidana

ABG bunuh bocah 5 tahun: aspek hambatan psikolog tidak serta merta hapuskan pidana

Azmi Syahputra, Ketua asosiasi ilmuwan praktisi hukum Indonesia(Alpha).

Mataram (ANTARA) - Perlu penggalian identifikasi personalitas anak  ABG 15 tahun atas motif perilaku pembunuhnya terhadap bocah umur 5 tahun di  Wilayah Sawah Besar Jakarta Pusat (5/3) guna mengetahui faktor penyebab ia membunuh.

Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh anak perempuan umur 14 tahun yang masih pelajar ini yang membuat polisi awalnya pun tidak percaya atas pengakuannya tersebut,  ini perlu rasa empati dan penelusuran dari aspek psikolog dan lingkungan sosialnya.

Baca juga: Geger! remaja ABG perempuan bunuh bocah 5 tahun dan mayatnya disimpan di lemari

Bisa jadi dari penelusuran akan diketahui sekelam apa hidupnya, adakah kekerasan ( Violence against Children in the Home and the Family), trauma atau stress di  lingkungan nya berupa tekanan atau ancaman dan bisa jadi pula anak ini menumpuk kekecewaan  yang banyak pada orang terdekatnya dan  sudah berlangsung lama dialami anak tersebut.

Ini perlu disisir oleh polisi, psikiater termasuk bekerjasama dengan team terpadu penangangan anak yang berhadapan dengan hukum.

Yang jelas perilaku  menyimpang  ini dapat pula antar lain, disebabkan karena faktor komunikasi keluarga yang tersumbat, orang tua abai atas perkembangannya, sehingga anak tidak punya ruang dialog untuk solusi dalam menghadapi perkembangan dan pertumbuhan ia sebagai anak dan menuju remaja.

Inilah yang jadi hambatan sekaligus diduga membuat perilaku ia jadi menyimpang.

Baca juga: Hi seram, remaja ABG perempuan bunuh bocah 5 tahun penggemar film horor "Chuky"

Meskipun demikian pertanggungjawaban hukum harus dikenakan pada anak ini mengacu pada undang undang sistem peradilan anak, pidana dapat dijatuhkan maksimal 10 tahun dan atau (1/2) setengah dari hukuman pidana orang dewasa.

Jadi tidak bisa dengan hanya melihat  hasil semata berdasarkan faktor psikologis terus anak bebas dari hukuman.  Namun pertanggungjawaban hukum harus dikenakan,  jika ia diketahui melakukan  kejahatan tersebut dengan sadar, sengaja dan penjatuhan hukuman harusnya diberikan berdasarkan berat ringannya kejahatan yang dilakukannya, bukan karena label faktor psikologis semata, atau ia psikopat maupun karena keperibadian yang sensitif semata.

Azmi Syahputra
Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno.