Mataram (ANTARA) - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyoroti penanganan laporan dugaan penggelembungan (mark-up) harga pengadaan ikan teri kering yang masuk pada paket bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang untuk masyarakat terdampak COVID-19.
"Dalam persoalan ini, penegak hukum harus jaga kepercayaan publik, karena hukum bisa tegak dan adil jika mendapat kepercayaan dan dukungan publik," kata Boyamin Saiman melalui sambungan teleponnya, Senin.
Karena itu, Boyamin menilai dugaan "mark-up" yang muncul dari laporan masyarakat tersebut sudah sepantasnya ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum tanpa menunggu hasil pemeriksaan akhir di lingkup Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dalam hal ini Inspektorat NTB.
Bahkan secara keadilan hukum, jika fakta dan bukti-nya cukup kuat, tegas Boyamin, kejaksaan, Polri, dan KPK tetap bisa memprosesnya secara hukum tanpa harus menunggu hasil dari APIP.
"Justru jika saling menunggu (hasil pemeriksaan APIP), maka dikawatirkan barang bukti-nya akan hilang," ujarnya.
Meskipun dalam aturan pelaksaan realisasi anggaran kedaruratan, penyelesaian masalah lebih didahulukan secara administratif. Namun Boyamin menegaskan bahwa pihaknya kurang mendukung kebijakan tersebut.
"Memang sekarang aturannya begitu, meskipun saya tetap protes," ucap dia.
Asisten Bidang Intelijen (Asintel) Kejati NTB Munif, sebelumnya juga menyampaikan Kepada ANTARA bahwa potensi "mark-up" bisa muncul di tengah kondisi darurat sekarang ini karena melihat mekanisme pelaksanaan proyek tidak melalui proses lelang.
"Jadi pihak rekanan bisa ajukan hitungannya sendiri ke instansi yang bersangkutan tanpa melalui proses lelang. Disitulah, kalau tidak ada pendampingan, potensi 'mark-up' bisa muncul," kata Munif.
Biasanya, kata dia, naiknya harga barang atau jasa dalam kondisi sekarang ini karena berlakunya hukum ekonomi. Kebutuhan meningkat di tengah ketersediaan yang terbatas.
"Alasan itu yang sering kali digunakan, teori ekonomi," ucap dia.
Namun potensi tersebut, tegasnya, bisa dicegah. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) harus lebih selektif.
"Harus lihat harga kewajaran dan juga harus perhatikan anggaran yang tersedia, jangan sampai tidak cukup (ketersediaan anggaran), terus iya-iya saja," ujarnya.
Begitu juga dengan memberikan pendampingan saat proses pembayaran kepada pihak rekanan dengan mengedepankan fungsi pengawasan dari inspektorat atau pun BPKP.
Pendampingan itu, jelasnya, mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2015 tentang Percepatan Pengadaan Barang dan Jasa serta Inpres Nomor 1/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
"Jadi ketika ada penyimpangan, yang dikedepankan itu penyelesaian melalui APIP (aparat pengawasan intern pemerintah) atau inspektorat, pidana itu pilihan terakhir," katanya.
Penanganan kasus dugaan "mark-up" ini masuk ke meja Kejati NTB berdasarkan laporan masyarakat. Namun sekarang penanganannya bertumpu pada hasil pemeriksaan Inspektorat NTB yang kini sedang menunggu audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTB.
Karena itu, laporan masyarakat terkait dugaan penggelembungan (mark-up) harga ikan teri dalam pengadaan tersebut masih berkutat pada tahap pengumpulan data dan bahan keterangan.
"Jadi sekarang kami sifatnya menunggu dan memonitor perkembangannya sampai ke inspektorat. kalau sampai batas waktu belum ada ganti rugi, baru Kejati NTB akan turun tangan. Kita langsung naikkan persoalannya ke lidik," ucap Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan.
Pemerintah daerah menyerahkan tanggung jawab pengadaan ikan teri kering kepada Dinas Kelautan dan Perikanan NTB. Ikan teri kering ini merupakan pengganti untuk item telur pada JPS Gemilang Tahap I.
Pada tahap II, Dinas Kelautan dan Perikanan NTB menggunakan perusahaan milik daerah dari PT Gerbang NTB Emas (GNE) sebagai pengumpul produk olahan UKM/IKM dengan menyalurkan anggaran Rp2,8 miliar.
Pihak dinas menggandeng sekitar 20 UKM/IKM untuk memproduksi ikan teri kering jenis lore. Harga perkemasan 250 gram senilai Rp19.000. Produknya disiapkan sebanyak 125.000 sesuai dengan jumlah keluarga penerima manfaat (PKM) JPS Gemilang Tahap II.
Untuk tahap III, Dinas Kelautan dan Perikanan NTB menggandeng enam penyedia ikan teri kering jenis ijo dari kalangan perusahaan swasta.
Dengan kesiapan anggaran Rp2,4 miliar, harga beli per kemasan ukuran 250 gram senilai Rp15.000. Pada penyaluran bantuan sosial COVID-19 terakhir ini, pemerintah menyalurkannya kepada 120.000 PKM.
Berita Terkait
Ikan arsik hingga sambal teri medan menu andalan kontrol PON
Jumat, 20 September 2024 3:22
Finalis Puteri Indonesia puji Pulau Pasaran sentra teri asin
Rabu, 10 Mei 2023 7:02
Inspektorat NTB menunggu rekomendasi BPK terkait ikan teri JPS Gemilang
Selasa, 15 Desember 2020 17:20
Kejati NTB pantau penyelesaian masalah bansos ikan teri COVID-19
Senin, 7 Desember 2020 13:01
Kejati NTB menunggu hasil audit pengadaan ikan teri JPS Gemilang
Kamis, 22 Oktober 2020 15:10
Kejati NTB dalami indikasi korupsi pengadaan ikan teri JPS Gemilang
Rabu, 7 Oktober 2020 15:34
Jaksa akan menyerahkan bukti "mark-up" harga ikan teri di NTB
Jumat, 18 September 2020 23:34
Kejati NTB menelusuri dugaan "mark-up" harga ikan teri JPS Gemilang
Rabu, 16 September 2020 16:13