PEMBATASAN BBM HARUS DIIKUTI REVITALISASI ANGKUTAN UMUM

id



          Jakarta,  (ANTARA) - Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) menilai, kebijakan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mulai 2011 harus diikuti oleh revitalisasi angkutan umum.

         "Revitalisasi ini berupa penyediaan angkutan umum yang nyaman, aman, dan terjangkau. Pengadaannya harus bersumber dari potensi penghematan subsidi BBM itu sendiri. Pada tahap awal, seharusnya tetap untuk sektor transportasi dan infrastruktur pendukungnya," kata Sekjen DPP Organda 2010-2015, Andriyansah YP, saat dihubungi di Jakarta (10/12).

         Andriyansah berharap, untuk kepentingan revitalisasi ini bisa dalam bentuk pengembangan angkutan massal agar secara tidak langsung, masyarakat yang beralih dari angkutan pribadi ke massal, tidak lagi kesulitan. "Akses angkutan massal dari rel ke jalan, juga dipermudah sehingga masyarakat benar-benar merasakan dampak dari pembahasan BBM bersubsidi ini," katanya.

         Oleh karena itu, tegasnya, ketika kebijakan itu diterapkan, hendaknya pemerintah tidak punya agenda lain selaih persoalan ini. "Pada tahap awal, jangan ada agenda lain, seperti untuk pendidikan dan kesehatan'" katanya.

         Sekjen Organda ini melanjutkan, secara mikro, pihaknya sangat mendukung kebijakan pembatasan BBM bersubsidi itu, dengan salah satu opsi adalah BBM bersubsidi untuk angkutan umum, sepeda motor, roda tiga dan nelayan.

         "Dengan revitalisasi itu, kami juga berupaya meningkatkan pelayanan dan untuk itu, kami juga berharap pemerintah juga memberi dukungan mulai dari pembebasan bea masuk impor suku cadang untuk angkutan umum, kebijakan fiskal dalam bentuk pengurangan pajak kendaraan bermotor untuk angkutan umum hingga 60 persen dan penyediaan prasarana pendukung memadai seperti terminal, halte dan lainnya," katanya.

         Selain, itu, tambah, pihaknya berharap pemerintah mengkaji kebijakan disain utama intermoda transportasi umum yang dintegrasikan dengan tata ruang. "Jadi, pengembangan angkutan massal seperti Mass Rapid Transit (MRT) diintegrasikan dengan mudah ke moda lainnya," katanya.

                                                                                  SPBU Khusus    
    Agar implementasi kebijakan pembatasan BBM ini tepat sasaran dan tidak bocor, dia mengusulkan agar pada tahap awal perlu pengamanan terpadu pada tahap pendistribusian.

         "Selain aparat hukum, juga perlu Pertamina dan Pemda serta Organda," katanya.

         Dia juga berharap, saat implementasi, tidak ada dualisme harga pada satu jenis BBM tertentu, ada BBM jenis premium dengan dua harga yakni harga subsidi dan non subsidi.

         "Ke depan, idealnya, harus ada SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) khusus untuk BBM bersubsidi agar memudahkan dan meminimalkan peluang kebocoran," katanya.

         Sebelumnya, pemerintah menyatakan kesiapannya untuk menerapkan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi ini mulai Januari 2011 untuk wilayah Jabodetabek, sedangkan pertengahan 2001 di Jawa dan Bali.

         BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi angkutan umum atau plat kuning, roda dua, roda tiga dan nelayan, sedangkan kendaraan pribadi atau plat hitam dan merah dilarang.

         Pemerintah berencana menjalankan program pembatasan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mulai 1 Januari 2011 dengan potensi penghematan diperkirakan mencapai 500.000 kiloliter per tahun.

         Tahap selanjutnya mencakup wilayah Jawa-Bali per 1 Juli 2011 dengan penghematan empat juta kiloliter pada 2011.

         Pada 2012, pembatasan direncanakan diperluas lagi ke wilayah Sumatera dan Kalimantan dan terakhir pada 2013 dituntaskan di Sulawesi.

         Pertamina memperkirakan pembatasan BBM di seluruh Indonesia memberikan penghematan pemakaian BBM subsidi sebanyak 14,613 juta kiloliter yang terdiri dari premium 11,026 juta kiloliter dan solar 3,588 juta kiloliter.

         Dengan demikian, kuota BBM subsidi sesuai APBN 2011 yang ditetapkan sebesar 38,591 juta kiloliter akan menjadi hanya 23,977 juta kiloliter.

         Sedang, kuota volume premium APBN sebesar 23,191 akan menjadi 12,164 juta kiloliter dan solar turun menjadi 9,497 juta kiloliter dari sebelumnya sesuai kuota 13,085 juta kiloliter.

         Pemerintah juga menyiapkan revisi Peraturan Presiden No 55 Tahun 2005 yang telah diubah menjadi No 9 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Perpres No 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran BBM Dalam Negeri sebagai payung hukum pembatasan. (*)