EKSEKUSI TANAH SENGKETA DI MATARAM BERLANGSUNG RICUH

id

         Mataram, 17/2 (ANTARA) - Eksekusi tanah sengketa seluas 54 are yang dilakukan Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, di Kelurahan Ampenan Tengah, Kecamatan Ampenan, Kamis, berlangsung ricuh karena warga yang menempati lahan tersebut mencoba melakukan perlawanan.

         Hasan Gozali salah satu kepala keluarga (KK) yang menempati lahan sengketa mencoba bertahan di dalam rumahnya, ketika buruh yang dibawa oleh kuasa hukum Budi Harjo, pemohon yang memenangi perkara di tingkat Pengadilan Negeri Mataram hingga Mahkamah Agung, akan mengeluarkan semua harta bendanya.

         Bahkan, sebelum eksekusi dilakukan sekitar pukul 10.00 WITA, Hasan Gozali bersama keluarga lainnya membacakan pernyataan sikap bahwa eksekusi tersebut salah alamat dan meminta aparat tidak melaksanakan niatnya sebelum terjadi pertumpahan darah.

         "Allahuakbar. Keputusan Pengadilan Negeri Mataram dan Mahkamah Agung adalah salah lokasi, dan saya anak-anak Amak Abdurrahman, wajib membela hak orang tua saya walaupun dengan nyawa sekali pun," kata Hasan.

         Meskipun demikian, dua peleton aparat dari Polres Mataram dan sejumlah aparat TNI AD yang diminta bantuannya oleh Pengadilan Negeri Mataram untuk melakukan penjagaan meminta kepada warga yang menempati lahan sengketa untuk ke luar dari rumahnya.

         Permintaan tersebut tidak ditanggapi oleh dua orang keluarga Hasan Gozali, sehingga polisi menarik ke luar dua orang warga tersebut dari dalam rumahnya.

         Proses eksekusi akhirnya bisa dilakukan. Sejumlah buruh yang dibawa oleh kuasa hukum Budi Harjo mengeluarkan harta benda di dalam rumah dan membongkar pintu serta jendela rumah.

         Eksekusi yang dijadwalkan berakhir pukul 13.00 WITA itu tidak bisa diselesaikan karena pemohon tidak membawa kelengkapan seperti alat berat untuk merobohkan bangunan. Namun polisi sudah memasang garis pengaman di tiga rumah yang ditempati oleh tiga kepala keluarga yang semuanya bersaudara itu.

         Hasan Gozali yang dimintai keterangannya menduga Budi Harjo pewaris dari Kim Sing Cang memenangi perkara sengketa tanah dengan menggunakan sertifikat yang bertanda tangan cap jempol almarhum Amak Kadir, merupakan sertifikat palsu.

         Sertifikat tanah nomor 371 tahun 1984 dan akta jual beli yang dibuat Camat Ampenan ketika itu Mahsar Malacca SH, atas nama Amak Kadir, adalah palsu, penuh dengan rekayasa dan kebohongan dari pejabat yang tidak mengetahui sejarah tanah ini.

        "Anak kandung almarhum Amak Kadir sendiri tahu ayahnya tidak punya sebidang pun tanah," ujarnya.

         Hasan Gozali dan keluarganya yang tergolong miskin hanya bisa pasrah dengan musibah yang dihadapi, apalagi keluarganya masih dalam kondisi berduka setelah ibu kandungnya meninggal dunia sekitar tiga minggu lalu. (*)