DJPb: Kinerja pendapatan negara di NTB tumbuh 17,04 persen

id Pendapatan Negara di NTB Tumbuh,DJPb NTB,Pajak NTB,Tambang

DJPb: Kinerja pendapatan negara di NTB tumbuh 17,04 persen

Kepala Kanwil DJPb Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Ratih Hapsari Kusumawardani. (ANTARA/Nur Imansyah).

Mataram (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (DJPb) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat realisasi pendapatan negara di wilayah itu sampai dengan bulan Maret 2023 mencapai Rp1.923 miliar atau 19,78 persen dari target kinerja ini tumbuh 74,04 persen.

"Dari jumlah tersebut pajak menyumbang 86.63 persen, sementara sisanya dari PNBP," kata Kepala Kanwil DJPb Provinsi NTB, Ratih Hapsari Kusumawardani di Mataram, Minggu.

Ia mengatakan dari dua jenis pajak, pajak internasional mampu tumbuh 288,50 persen yang utamanya berasal dari pajak ekspor atau tumbuh 32,30 persen. Sementara pajak impor masih kontraksi 12,20 persen.

"Tingginya pertumbuhan pajak ekspor utamanya berasal dari hasil tambang konsentrat dengan operator utama PT AMMAN Mineral," ujarnya.

Ratih menyatakan selain impor yang kontraksi, belanja juga mengalami kontraksi tipis 1,95 persen, imbas dari penyaluran transfer ke daerah (TKD) sebesar 4,88 persen.

"Belum optimal-nya penyaluran TKD salah satunya disebabkan masih nihil-nya realisasi DAK Fisik," terang Ratih.

Sedangkan untuk belanja kementerian atau lembaga (K/L) tumbuh 4,16 persen (y-o-y). Realisasi ini didominasi oleh belanja barang sebesar Rp904,45 miliar atau 26,4 persen dari pagu dan belanja pegawai sebesar Rp877,43 miliar atau 26,9 persen dari pagu.

Belanja modal turut memberi andil pada belanja K/L, yaitu sebesar Rp261,69 miliar atau 16,3 persen dari pagu. Pertumbuhan belanja didorong oleh akselerasi kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja (satker) lingkungan Provinsi NTB.

"Lima K/L dengan realisasi belanja tertinggi pada NTB yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), BKKBN, Kementerian Pertahanan, dan Kepolisian Negara," sebutnya.

Sementara itu untuk penyaluran TKD sampai dengan Maret 2024 terkontraksi 5,13 persen, utamanya disebabkan belum adanya realisasi DAK Fisik. Kontraksi realisasi juga terjadi pada komponen DBH dan DAK Nonfisik, dengan persentase kontraksi masing-masing sebesar 38,77 persen dan 34,03 persen.

Penyaluran DAU mengalami pertumbuhan sebesar 10,68 persen dan menjadi realisasi komponen TKD tertinggi, dengan realisasi sebesar Rp2.711 miliar. Selain DAU, DAK Nonfisik juga telah disalurkan sebesar Rp580,59 miliar, untuk bantuan operasional kesehatan, pendidikan serta operasional lainnya. Dana Desa sudah tersalur sebesar Rp312,6 miliar untuk 848 desa.

Pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik pada tahun 2024 sebesar Rp1,7 triliun,  sampai dengan 31 Maret 2024, belum terdapat realisasi atas komponen TKD tersebut. DAK Nonfisik dengan pagu Rp2,8 triliun, telah direalisasikan sebesar Rp1.068 miliar. DAK Nonfisik yang sudah salur terdiri atas BOP Kesetaraan Rp16,46 miliar, BOP Paud Rp62,61 miliar, dan BOS Rp505,08 miliar.

"Dana Desa dengan pagu Rp1,1 triliun dari Dana Desa Earmarked yang telah tersalur sebesar Rp165,86 miliar untuk 848 desa. Sedangkan Dana Desa NonEarmarked sebesar Rp146,73 miliar untuk 848 desa," katanya.