FAISAL BASRI: KORUPSI DITEKAN BISA KURANGI KEMISKINAN

id



Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan pemerintah perlu menekan korupsi agar dapat menghambat kesenjangan dan menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia.

"Saat ini banyak sirkulasi uang yang bocor dan tidak mengalir dengan seharusnya," ujarnya dalam seminar realisasi pengentasan kemiskinan di Indonesia yang diselenggarakan LKBN ANTARA di Jakarta (17/2).

"Korupsi wajib diberantas karena kemiskinan terjadi di negara-negara yang tingkat korupsinya tinggi," ujarnya.

Ia menjelaskan saat ini, Indonesia kalah dengan China dan Vietnam dalam mengurangi tingkat kemiskinan, padahal pada tahun 1990-an angka kemiskinan Indonesia sama dengan dua negara itu.

"Dengan anggaran mencapai Rp70 triliun pada 2008 tapi jumlah angka kemiskinan stagnan tiap tahun, berarti tidak ada pengurangan angka kemiskinan. Uang tidak mengalir, sirkulasi yang bocor sehingga menghambat kesenjangan. Untuk itu korupsi wajib diberantas," ujarnya.

Apalagi, lanjut dia, pemerintah tidak mempunyai program dan konsep yang jelas untuk memerangi kemiskinan, selain solusi jangka pendek dalam bentuk pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

"Ada yang salah dalam mekanisme tatanan konsep dalam mengentaskan kemiskinan, karena kesan saya pemerintah hanya sekedar `poverty reduction` bukan memerangi kemiskinan," ujar pengamat dari Universitas Indonesia ini.

Menurut dia, pemberian KUR dan BLT juga bukan merupakan solusi yang solutif, karena hanya menurunkan angka kemiskinan secara sementara dalam tataran statistik angka-angka.

"Kalau mau main di angka, tambah saja BLT, tapi kemiskinannya menjadi semu, kalau ada tekanan sedikit ke harga jadi turun lagi,"kata Faisal.

Pemberian KUR juga bukan merupakan solusi. Selesaikan dulu persoalan mendasar, seperti pemberdayaan dulu baru memberi kredit, jangan langsung memberi KUR, itu terlalu memaksa.

Selain itu, pemerintah juga tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak untuk sektor formal yang jumlahnya baru mencapai 30,5 persen dari total jumlah angkatan kerja di Indonesia.

"Masih ada 70 persen pekerja informal yang tidak mendapat gaji tetap, jadi selain miskin mereka juga rentan karena tidak memiliki jaminan sosial sebagai penyangga hidup," ujar Faisal.

Untuk itu, ia mengharapkan pemerintah segera menerapkan UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) agar masyarakat tidak mampu memiliki jaminan sosial sebagai pengaman kerja.

"Perlu meningkatkan kapasitas negara agar berperan aktif menggerakan sumber daya ekonomi termasuk menerapkan SJSN, karena saat ini orang miskin tidak punya jaminan sosial," ujarnya.

Faisal menambahkan solusi termudah dalam mengurangi tingkat kemiskinan adalah dengan menciptakan iklim kondusif sehingga sektor usaha dapat meningkat dengan baik untuk lini yang produktif dan menciptakan lapangan kerja lebih banyak.

Menurutnya pemerintah tidak perlu memberikan bantuan uang seperti BLT, karena BLT tidak memberikan semangat dalam memerangi kemiskinan.

"Jangan bicara anggaran, tapi bagaimana menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga usaha meningkat dengan baik di sektor-sektor yang produktif dan menciptakan lapangan kerja lebih banyak sehingga kemiskinan turun," ujarnya.

Ia juga mengatakan pemerintah perlu meningkatkan akses lembaga keuangan hingga ke desa-desa, melakukan reformasi agraria, meningkatkan pembangunan infrastruktur di pedesaan dan sektor pertanian yang selama krisis terabaikan serta menggerakan sektor industrialisasi.

Dia menambahkan eEfektifitas memerangi kemiskinan lebih penting, untuk itu perlu lembaga keuangan yang mempunyai akses sampe ke desa, reformasi agraria, menggerakan industrialisasi.

"Sehingga industri menyerap tenaga kerja formal sekaligus meningkatkan pembangunan infrastruktur di pedesaan dan pertanian yang selama krisis terabaikan," ujar Faisal. (*)