KETIKA NELAYAN MATARAM HADAPI MUSIM PACEKLIK Oleh Masnun

id

     Siang itu pria  setengah baya berkulit sawo matang nampak murung, sesekali ia mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Sejak subuh melaut ia hanya mendapatkan setengah ember ikan karang yang kalau dijual tidak cukup untuk makan sehari.
    
     Burhanudin (52), nelayan asal Kelurahan Tanjung Karang, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat mengaku sulit mendapatkan ikan  akibat cuaca buruk di perairan laut Lombok akhir-akhir ini.
     "Saya melaut sejak selesai shalat Subuh hingga pukul 11.00 WITA hanya dapat setengah ember ikan karang yang ditawar hanya Rp12.000 oleh pelele (pembeli).  Hasil penjualan ikan itu tidak cukup untuk makan sehari," katanya tak bersemangat.
     Nasib serupa juga menimpa ratusan nelayan lainnya di Kota Mataram. Hasil tangkapan mereka anjlok setelah memasuki cuaca buruk yang disertai angin kencang dan ombak tinggi di perairan laut Lombok.
     Para nelayan yang bermukim di pesisir pantai Tanjung Karang menghadapi kesulitan hidup, karena sejak beberapa bulan terakhir hasil tangkapan mereka menurun drastis.
     Sebagian besar nelayan di pesisir pantai itu hanya menggantungkan hidup mereka dari hasil menangkap ikan. Mereka tidak memiliki pekerjaan sampingan yang bisa menopang hidup selama musim paceklik seperti sekarang ini.
     Karena itu kendati cuaca buruk para nelayan tetap melaut. Mereka siap menghadapi bahaya asal bisa menyambung hidup, karena itulah satu-satunya sumber penghidupan mereka.
     Adhar (50), nelayan lainnya di Tanjung Karang  juga mengaku hasil tangkapan sejak beberapa bulan tangkapan dalam terakhir kian berkurang menyebabkan ia mengalami kesulitan menghidupi keluarganya.
     Ia bersama nelayan lainnya  mencari ikan hingga enam mil dari pesisir  pantai, namun hasilnya sedikit. Hasil penjualan ikan yang diperoleh selama semalam melaut paling tinggi  hanya Rp50.000.
     Uang hasil penjualan ikan itu tidak cukup untuk makan sehari, karena digunakan untuk membeli kebutuhan melaut keesokan harinya, seperti untuk membeli bahan bakar mesin perahu.
     Adhar juga mengaku tidak memiliki pekerjaan alternatif yang bisa menopang kebutuhan hidup  keluarga di saat musim paceklik ikan seperti sekarang ini.
     Saya menjadi nelayan turun-temurun, kami selalu melaut kendati harus menghadapi bahaya ombak dan angin kencang. Dapat sedikit atau banyak ikan tergantung nasib," ujar pria berkulit legam itu.
     Beberapa waktu lalu para nelayan di Kota Mataram "panen" ikan tongkol . Sebagian besar nelayan  mendapat ikan tongkol dalam jumlah cukup banyak, namun rezeki nomplok itu hanya sehari.
     "Pernah sekali pada musim ikan tongkol,  sekitar 15 September 2011, kami menikmati  hasil penjualan paling tinggi, mencapai sekitar Rp300.000. Tetapi itu hanya sehari dan hingga kini kami tidak pernah mendapat banyak," ujarnya.
     Sejak beberapa bulan ini ikan tongkol seakan-akan menghilang, para nelayan yang melaut jauh ke tengah hanya mendapatkan beberapa ekor, bahkan ada yang pulang dengan tangan kosong.
     Menurut Adhar, sebagian besar nelayan sudah jarang mendapatkan ikan tongkol dalam jumlah banyak, tidak seperti beberapa tahun sebelumnya, karena sebagian besar nelayan menggunakan alat tradisional.
     Karena itu para nelayan ini memerlukan uluran tangan pemerintah untuk membantu memberikan pekerjaan sampinga agar pada musim paceklik seperti sekarang ini mereka tidak mengalami kesulitan hidup.
     "Kami memerlukan uluran tangan pemerintah untuk memberikan bantuan berupa keterampilan agar pada saat musim paceklik seperti sekarang ini kami tidak menanggung beban berat dalam menghidupi keluarga," kata Adhar dengan penuh harap.          
     Bak gayung bersambut, harapan para nelayan kecil itu mendapat repon positif dari Pemerintah Kota Mataram dengan memberikan pelatihan keterampilan kepada para nelayan.
     Kepala Bidang Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kota Mataram Lalu Alwan Basri mengakui kondisi nelayan saat ini sedang  mengalami kesulitan hidup akibat sulitnya mencari ikan.
     Ia mengakui hasil tangkapan para nelayan di  sepanjang Pantai Ampenan termasuk di pesisir pantai Tanjung Karang kian menurun, sehingga mereka memerlukan perlu pekerjaan sampingan yang bisa menopang kebutuhan hidup bersama keluarganya.
     "Nelayan memang memerlukan mata pencarian alternatif di saat paceklik seperti sekarang ini. Mereka seharusnya ada pekerjaan lain agar roda perekonomian tetap berputar," ujarnya.

                 Program terintegrasi
     Karena itu pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Mataram kini tengah menyusun program terintegrasi yang bisa  menyediakan lapangan pekerjaan sampingan bagi nelayan di saat musim sulit ikan.
   
      Salah satu upaya yang sudah diterapkan Pemkot Mataram adalah memberikan pembinaan teknik budidaya rumput laut dan budidaya ikan keramba jaring apung di Kelurahan Karang Panas, Kecamatan Ampenan.
     Program lain yang akan dilaksanakan adalah memberikan alat pertukangan, sehingga nelayan bisa menjadi tukang pada saat musim paceklik ikan.
     "Kami juga akan memberikan alat pertukangan kayu dan juga modal untuk memelihara ternak. Harapan kita, bantuan itu bisa berkembang dan nelayan tidak lagi terpaku pada penghasilan dari melaut saja," ujarnya.
     Upaya lain yang pernah dilakukan Pemkot Mataram dalam rangka mengatasi kesulitan para nelayan adalah dengan memasang rumpon di perairan laut pantai Ampenan.
     Namun upaya tersebut nampaknya kurang berhasil, pada awalnya para nelayan bisa menikmati hasil tangkapan ikan cukup banyak, namun karena pengelolaannya kurang baik, "rumah ikan" ikan buatan itu hilang entah dibawa arus atau rusak karena ditabrak kapal.  
     "Pada 2006 lalu kami melepas lima unit rumpon di perairan Ampenan, tetapi  sekarang sudah tidak ada, kami tidak tahu  apakah hilang dibawa arus, ditabrak kapal atau dirusak," katanya.
    Lima unit rumpon itu  dilepas pada jarak sekitar empat mil dari bibir Pantai Ampenan. Dalam tiga bulan rumpon tersebut sudah berhasil mendatangkan banyak ikan. Para nelayan kembali menikmati hasil tangkapan cukup banyak di sekitar lokasi rumpon.
     Namun keberuntungan para nelayan itu nampaknya tak berumur panjang,  karena rumpon itu hilang akibat pengelolaan oleh para nelayan yang kurang baik.
     "Untuk mengelola rumpon agar tetap menghasilkan ikan relatif sulit, butuh komitmen nelayan untuk menjaganya. Ini bisa dilakukan secara berkelompok. Apalagi jumlah nelayan di Kota Mataram, cukup banyak. Belum lagi nelayan dari luar yang ikut menangkap ikan di sekitar rumpon," katanya.
     Ia juga mengakui jika saat ini hasil tangkapan nelayan di Kota Mataram, sudah berkurang, terlebih pada saat kondisi cuaca buruk seperti sekarang ini.
     Pada saat kondisi seperti kehidupan para nelayan cukup memprihatinkan karena mereka tidak memiliki pekerjaan alternatif yang bisa mendatangkan penghasilan tambahan.
     Kehidupan nelayan Kota Mataram memang tak pernah pasti, karena tergantung dari kondisi cuaca. Upaya mengatasinya adalah dengan memberikan pekerjaan sampingan agar pada musim paceklik mereka tidak mengalami kesulitan hidup.(*)