New York (ANTARA) - Dolar AS melemah terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena para pedagang bertaruh data ekonomi baru-baru ini akan mendorong Federal Reserve untuk memperlambat laju kenaikan suku bunganya, sementara mata uang berisiko diuntungkan dari China membuka kembali perbatasannya.
Euro menguat 0,96 persen menjadi 1,0747 dolar, level tertinggi versus greenback sejak 9 Juni, menambah kenaikan 1,17 persen pada Jumat (6/1/2023).
Sterling melonjak 0,87 persen menjadi 1,21975 dolar, setelah membangun reli 1,5 persen pada Jumat (6/1/2023), sementara franc Swiss meningkat 0,82 persen menjadi 0,92 dolar, terkuat sejak awal Maret.
Pergerakan tersebut melanjutkan tren yang lebih rendah untuk dolar, yang dalam tiga bulan terakhir 2022 membukukan kerugian kuartalan terbesar dalam 12 tahun. Itu terutama didorong oleh keyakinan investor bahwa Fed tidak akan menaikkan suku bunga menjadi lebih dari 5,0 persen dari kisaran saat ini 4,25-4,50 persen, karena inflasi dan pertumbuhan mendingin.
"Ada banyak orang yang melihat pada Fed fund berjangka dan tampaknya kita mungkin mendapatkan satu kenaikan suku bunga pada Februari dan kemudian mungkin penurunan suku bunga pada akhir tahun dan itu, menurut saya, membuka jalan bagi banyak orang untuk bertaruh terhadap dolar," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.
Fed fund berjangka menunjukkan investor percaya hasil yang paling mungkin untuk pertemuan Fed pada Februari adalah kenaikan 25 basis poin. "Seruan konsensus adalah bahwa pada akhir tahun dolar akan jauh lebih rendah dan banyak orang mencoba untuk mendahului perdagangan itu," kata Moya.
The Fed menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan lalu setelah memberikan empat kenaikan berturut-turut 75 basis poin tahun lalu, tetapi mengatakan kemungkinan akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama untuk menjinakkan inflasi.
Dua laporan terpisah pada Jumat (6/1/2023) melukiskan gambaran ekonomi yang tumbuh dan menambah pekerjaan, tetapi di mana aktivitas keseluruhan condong ke wilayah resesi, mendorong pedagang untuk menjual dolar terhadap berbagai mata uang. Laporan ketenagakerjaan bulanan pada Jumat (6/1/2023) menunjukkan peningkatan jumlah pekerja yang lebih besar dari perkiraan dan perlambatan pertumbuhan upah – berita baik untuk bank sentral AS.
Sebuah laporan dari Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan aktivitas di sektor jasa-jasa mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam 2,5 tahun pada Desember.
Indeks dolar berada di level terendah 7 bulan, terakhir turun 0,81 persen menjadi 103,033. Indeks, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, jatuh 1,15 persen pada Jumat (6/1/2023) karena investor beralih ke aset-aset berisiko.
Dengan data inflasi AS yang akan dirilis pada Kamis (12/1/2023), prospek tekanan harga akan menjadi fokus utama bagi investor. "Ekspektasi Indeks Harga Konsumen minggu ini adalah untuk mengurangi tekanan inflasi lebih lanjut," kata Greg McBride, kepala analis keuangan di Bankrate. "Apa pun yang kurang dari perbaikan berbasis luas akan menggetarkan saraf investor dan membuat Fed tetap aktif."
Baca juga: Emas menguat 12,40 dolar AS, setelah anjlok sesi sebelumnya
Baca juga: Dolar AS tergelincir di tengah data pekerjaan Amerika Serikat
Di tempat lain, China terus membongkar sebagian besar aturan ketat nol-COVID seputar pergerakan saat membuka kembali perbatasannya. Optimisme tentang pemulihan ekonomi yang cepat mengirim yuan di pasar luar negeri ke level tertinggi lima bulan terhadap dolar pada Senin (6/1/2023).
Dolar Australia naik 0,8 persen menjadi 0,69305 dolar AS, mencapai level tertinggi terhadap mata uang AS sejak 30 Agustus, sementara kiwi terakhir naik 0,45 persen pada 0,6378 dolar AS.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dolar melemah karena ekspektasi kenaikan suku bunga Fed lebih lambat