Sektor riil tahan dampak penutupan SVB ekonomi Indonesia

id SVB,Silicon Valley,start up,silicon valley bank

Sektor riil tahan dampak penutupan SVB ekonomi Indonesia

Tangkapan layar - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus dalam Diskusi Publik Online, Kamis (16/3/2023). ANTARA/Sanya Dinda.

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan pertumbuhan sektor riil dapat menahan dampak penutupan Silicon Valley Bank (SVB) dan potensi pelemahan kinerja start up bagi perekonomian Indonesia.
 

Beberapa perusahaan rintisan berbasis teknologi atau start up mulai melakukan lay off akhir 2022 sebagai dampak dari pelemahan kinerja karena aktivitas masyarakat yang kembali normal “Namun jumlah pekerja start up yang mengalami lay off tidak mendominasi jumlah total pekerja di Indonesia,” katanya dalam Diskusi Publik Online, Kamis.

Pemerintah pun perlu menjaga investasi di sektor riil agar terus bergeliat dan dapat menyerap tenaga kerja, sehingga secara agregat, jumlah pengangguran di Indonesia tetap menurun. “Jadi penting menjaga fundamental perekonomian, bagaimana menjaga sektor riil agar tetap bergeliat dengan memperbanyak investasi di berbagai tempat,” katanya pula.

Adapun, berdasarkan perhitungan dengan metode Global Trade Analysis Project, ia menemukan bahwa penutupan SVB oleh Regulator Perbankan California secara tidak langsung mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 0,024 persen.

Baca juga: ASEAN kawasan yang sangat menjanjikan
Baca juga: Optimisme ekonomi Madiun tumbuh di tengah ancaman resesi

Bailout yang akan dilakukan Pemerintah AS untuk menolong perbankan yang kolaps seperti SVB pun dipandang sebagai hal yang wajar. “Konsumen dan nasabah juga perlu diyakinkan agar tidak mengalami panik secara berlebihan. Pemerintah AS juga sebisa mungkin akan menghindari krisis karena telah belajar dari krisis di 2008,” katanya lagi.

Menurutnya, sentimen negatif dari penutupan SVB menjadi salah satu hal yang penting untuk diwaspadai karena dapat berdampak buruk terhadap perekonomian. “Negara mana pun di dunia perlu mengelola kebijakan agar pelaku pasar tidak mengambil tindakan-tindakan yang tidak diperlukan dan bisa terhindar dari dampak negatif, dan bahkan bisa mengambil peluang,” katanya pula.