Mantan Kadistan Bima dituntut 9,5 tahun terkait korupsi saprodi

id Kadistan Bima,Mantan Kadistan dituntut,Kasus saprodi di Bima,Bima

Mantan Kadistan Bima dituntut 9,5 tahun terkait korupsi saprodi

Mantan Kadis PTPH Bima M. Tayeb (tengah) keluar dari ruang sidang usai mengikuti sidang tuntutan perkara korupsi saprodi dan cetak sawah baru tahun anggaran 2016 di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, NTB, Senin (22/5/2023). (ANTARA/Dhimas B.P.)



Untuk Muhamad, jaksa menuntut pidana 8,5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Kepada Nur Mayangsari, jaksa menuntut pidana 9,5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Kepada kedua terdakwa, jaksa turut meminta agar hakim membebankan pembayaran uang pengganti kerugian negara Rp877 juta subsider 4 tahun dan 9 bulan penjara.

Peran kedua terdakwa dalam perkara ini pun dinyatakan jaksa telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara ini jaksa menjelaskan bahwa anggaran program penyaluran ini senilai Rp14,4 miliar yang berasal dari Kementerian Pertanian RI. Program ini disalurkan dengan tujuan peningkatan produksi pangan di Kabupaten Bima.

Tercatat ada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare.

Penyaluran anggaran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan. Proses pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.

Ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi poktan, M. Tayeb sebagai pejabat pembuat komitmen mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada poktan. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Namun demikian, pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa M. Tayeb. Penarikan tidak dibuktikan dengan adanya nota penyerahan.

Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhamad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur.

Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi juga berada di bawah perintah M. Tayeb. Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida.

Selain itu, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa, namun dibeli dari perusahaan penyedia lokal.

Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhamad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.

Jaksa pun menilai pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah poktan yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar.