Saksi proyek rtlh jadi tersangka di NTT

id Kasus Korupsi

"Keduanya sudah ditahan di Kupang, NTT"
Mataram (Antara NTB) - Saksi kasus dugaan penyelewengan anggaran proyek rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, ternyata telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kajari Mataram melalui Kasi Pidsus Herya Sakti Saad di Mataram, Senin, mengungkapkan saksi yang telah ditetapkan sebagai tersangka di NTT itu adalah MU selaku konsultan pengawas proyek dan TH pejabat pembuat komitmen (PPK) dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera).

"Pada saat diagendakan untuk pemanggilannya sebagai saksi, ternyata keduanya sudah ditahan di Kupang, NTT, terkait kasus yang sama," katanya.

Kedua saksi yang dimaksud, kata dia, telah menjalani masa tahanan 30 hari di Kejari Kupang, NTT. "Sebelumnya kami tidak tahu kalau keduanya menjadi tahanan di Kejari Kupang," ujarnya.

Mengetahui hal itu tim penyidik Kejari Mataram berencana akan memeriksa keduanya di Kupang, NTT, terkait kasus yang sudah masuk tahap penyidikan tersebut.

Namun, untuk agenda pemeriksaan keduanya, Herya belum dapat memastikan hal itu, dikarenakan salah satu saksi yakni MU, masih dalam kondisi sakit, sehingga status tahanannya dibantarkan.

Sedangkan TH yang diketahui masih menjabat sebagai Deputi Pemberdayaan Perumahan Swadaya Masyarakat di Kemenpera itu masih mendekam di sel tahanan Kejari Kupang, NTT.

"Tunggu sembuh dulu, baru kami agendakan pemeriksaannya di Kejari Kupang, agar sekaligus keterangan keduanya kami dapat," ucapnya.

Diketahui, dalam perkembangan kasus proyek penyelewengan anggaran RTLH di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Kejari Mataram telah menetapkan satu tersangka yakni RS.

RS merupakan salah satu dari enam pemilik toko penyalur bahan bangunan untuk para warga penerima bantuan. RS yang diketahui berasal dari Desa Akar-akar, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara itu ditetapkan sebagai tersangka sejak awal Mei 2015.

RS ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melanggar daftar rencana pembelian bahan bangunan (DRPB2), sesuai dengan Peraturan Kemenpera Nomor 6/2013.

Seharusnya, sesuai dengan prosedur proyek, warga penerima bantuan yang menentukan sendiri toko penyalur bahan bangunan. Namun dalam pelaksanaannya, toko milik tersangka lah yang menguasai panyaluran bahan bangunan.

Selain itu, proyek yang dianggarkan dana senilai Rp7,5 juta per kepala keluarga dalam bentuk bahan bangunan itu diduga tidak diserahkan utuh oleh tersangka.

Proyek yang bersumber dari dana APBN tahun 2013 itu, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara mendapat bantuan dana senilai Rp5 miliar untuk 667 penerima, dengan 181 di antaranya untuk warga Desa Senaru dan 486 warga Desa Akar-akar. (*)