Ombudsman NTB: sekolah gunakan bos beli "tab"
"Modus praktik ini oleh oknum tertentu dibungkus seolah-olah merupakan kerja sama antara Dikpora"
Mataram, 10/6 (Antara) - Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat menemukan sejumlah sekolah dasar negeri di Pulau Lombok, diduga menyalahgunakan dana bantuan operasional sekolah untuk membeli "tab" atau komputer tablet untuk keperluan yang kurang bermanfaat.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Nusa Tenggara Barat (NTB) Adhar Hakim, di Mataram, Rabu, menjelaskan pengelola sekolah-sekolah tersebut diarahkan secara terselubung untuk menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) membeli "tab" seharga Rp2,6 juta per unit oleh oknum Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) di kabupaten dan oknum pejabat Dinas Dikpora NTB.
"Modus praktik ini oleh oknum tertentu dibungkus seolah-olah merupakan kerja sama antara Dikpora Kabupaten dan Dikpora NTB dengan sebuah perusahaan Indonesia," katanya.
Hasil investigasi Ombudsman Perwakilan NTB, menunjukkan seorang kepala SDN di Kabupaten Lombok Tengah, mengaku upaya pengarahan pembelian "tab" menggunakan dana BOS dimulai dengan menyusupkan praktik promosi aplikasi dan penjualan "tab" di sela-sela sosialisasi penyelenggaraan ujian nasional (UN) tingkat SD yang dihadiri sejumlah kepala sekolah, ketua gugus SDN, unit pelaksana teknis dinas (UPTD) dan pihak Dinas Dikpora NTB.
Menurut Adhar, acara tersebut dapat dikatakan terselubung karena tidak disertai undangan tertulis secara resmi.
Dalam kegiatan sosialisasi tersebut diakui adanya arahan agar pihak sekolah membeli komputer tablet tersebut, dan dapat dengan menggunakan dana BOS. Arahan inilah yang membuat pihak kepala sekolah merasa kebingungan apakah dana BOS diperbolehkan untuk membeli "tab".
"Walaupun tidak diwajibkan tapi ada kata-kata dibutuhkan untuk oprasional sekolah. Dan beberapa UPTD mulai menagih pembayaran pembelian `tab` tersebut kepada pihak sekolah," kata Adhar mengulang ucapan salah seorang Kepala SDN di Lombok Tengah, yang ditemuinya.
Adhar menambahkan salah seorang Ketua Gugus SDN di Lombok Tengah, juga membenarkan adanya promosi penjualan "tab" beserta program-program yang mendukung oprasional sekolah yang dihadiri oleh pejabat Dinas Dikpora NTB bersama pihak perusahaan yang menawarkan komputer tablet tersebut.
"Bahkan janjinya akan melatih para guru pada 27 Mei 2015," katanya.
Kepada Ombudsman RI Perwakilan NTB, lanjut Adhar, Kepala Dinas Dikpora Lombok Tengah membenarkan adanya promosi "tab" yang dilakukan oleh Dinas Dikpora NTB dengan salah satu perusahaan Indonesia pada saat kegiatan sosialisasi UN SD.
Pada saat itu, kata dia, Kepala Dinas Dikpora Lombok Tengah, mengaku Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengkonfirmasi langsung ke pihaknya terkait adanya upaya beberapa pihak mengarahkan penggunaan dana BOS tersebut dan pihaknya telah menjawab tidak tau menau hal itu karena agenda promosi dilakukan tanpa jadwal oleh Dinas Dikpora NTB di sela-sela sosialisasi pelaksanaan UN tingkat SD.
Dari pengakuan kepala sekolah SDN di Lombok Tengah, Adhar menilai adanya indikasi arahan pembelian komputer tablet dengan menggunakan dana BOS.
Pembelian komputer tablet dengan menggunakan dana BOS tidak sesuai dengan petunjuk teknis peruntukan anggaran itu.
Oleh sebab itu, Ombudsman RI Perwakilan NTB meminta Dinas Dikpora NTB berkerja sama dengan Dinas Dikpora Kabupaten/kota melakukan upaya pencegahan agar dana BOS tidak digunakan untuk membeli "tab" dengan menerbitkan surat edaran.
"Kami minta juga Dinas Dikpora NTB mengimbau kabupaten lain yang juga mengalami kasus yang sama, yaitu tidak membeli komputer tablet dengan menggunakan dana BOS," kata Adhar.
Menanggapi masalah tersebut, Kepala Dinas Dikpora NTB H Rosyadi Sayuti, membantah pihaknya mengarahkan Kepala SDN di Pulau Lombok, membeli komputer tablet.
"Yang benar adalah perusahaan itu promosi langsung ke sekolah-sekolah atau mengundang guru-guru. Tidak ada paksaan dari pejabat Dikpora," katanya.
Ia juga menegaskan mereka yang tertarik saja yang membeli komputer tablet dan penjual memberikan pelatihan cara penggunaannya.
"Jadi sasarannya adalah guru-guru yang sudah dapat sertifikasi," kata Rosyadi. (*)