"Terdapat dua faktor yang paling berpengaruh pada penyelarasan SMK dan dunia usaha dunia industri, khususnya di SMK, yakni sumber daya serta kurikulum dan pembelajaran," kata Sulistyo dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.
Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukannya dengan melibatkan survei kepada 705 responden dari berbagai lapisan pemangku kepentingan, terdiri atas 375 responden dari industri, 155 responden dari pemerintah, dan 175 responden dari masyarakat.
Populasi penelitian mencakup pemangku kepentingan SMK di seluruh provinsi di Indonesia. Sementara sampel penelitian meliputi mitra industri SMK, pemerintah yang diwakili oleh Dinas Pendidikan Provinsi, dan masyarakat yang diwakili oleh komite sekolah.
Baca juga: Kemendikbudristek mendukung vokasi siap masuk industri bisnis ritel
Dia menjelaskan kontribusi industri, masyarakat, dan pemerintah dalam pembiayaan operasional menjadi indikator dominan pada faktor sumber daya. Sedangkan keterlibatan industri, masyarakat, dan pemerintah dalam menyelaraskan materi pembelajaran menjadi indikator dominan pada faktor kurikulum dan pembelajaran.
“Penelitian ini menemukan model penyelarasan pendidikan vokasi yang diharapkan akan membawa perubahan positif dalam menciptakan lulusan yang lebih siap bersaing di dunia kerja,” kata Sulistyo yang meraih gelar doktor dari Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Bentuk-bentuk keterlibatan pemangku kepentingan yang dominan melibatkan penyelarasan meliputi penyusunan kurikulum, keberadaan guru tamu, magang guru, pelatihan guru, dukungan sarana dan prasarana, praktik kerja industri, evaluasi kompetensi, pendidikan dan pelatihan, partisipasi masyarakat, pelatihan budaya kerja, pembiayaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta kerja sama.
"Nantinya aktivitas-aktivitas tersebut dapat dikembangkan, bahkan menjadi rujukan dalam penyusunan program dan kebijakan di tataran kementerian, utamanya untuk penyelarasan," katanya.
Baca juga: Kampus didorong untuk bisa menghasilkan karya
Sulistyo menambahkan, upaya yang sudah dilakukan dalam mewujudkan penyelarasan adalah akuisisi keahlian berstandar dunia kerja. Program tersebut di antaranya diwujudkan melalui penyusunan profil lulusan pendidikan vokasi berdasarkan jabatan kerja yang sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan kebutuhan dunia kerja.
Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan DUDI juga melakukan tracer study (penelusuran lulusan) kepada lulusan satuan pendidikan vokasi secara nasional.
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tingkat pengangguran SMK tahun 2022 masih terbilang tinggi, yaitu 9,42 persen.
Kendati demikian, pengangguran terbuka di jenjang SMK dari tahun sebelumnya mengalami penurunan yang paling signifikan dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya, yakni sebesar 4,13 persen.
"Hal ini disebabkan adanya berbagai program dan kebijakan penguatan pendidikan vokasi yang dilakukan oleh pemerintah, utamanya untuk menyelaraskan proses pembelajaran di SMK dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, " kata dia.
Baca juga: Kementan maksimalkan pendidikan vokasi cetak petani
Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukannya dengan melibatkan survei kepada 705 responden dari berbagai lapisan pemangku kepentingan, terdiri atas 375 responden dari industri, 155 responden dari pemerintah, dan 175 responden dari masyarakat.
Populasi penelitian mencakup pemangku kepentingan SMK di seluruh provinsi di Indonesia. Sementara sampel penelitian meliputi mitra industri SMK, pemerintah yang diwakili oleh Dinas Pendidikan Provinsi, dan masyarakat yang diwakili oleh komite sekolah.
Baca juga: Kemendikbudristek mendukung vokasi siap masuk industri bisnis ritel
Dia menjelaskan kontribusi industri, masyarakat, dan pemerintah dalam pembiayaan operasional menjadi indikator dominan pada faktor sumber daya. Sedangkan keterlibatan industri, masyarakat, dan pemerintah dalam menyelaraskan materi pembelajaran menjadi indikator dominan pada faktor kurikulum dan pembelajaran.
“Penelitian ini menemukan model penyelarasan pendidikan vokasi yang diharapkan akan membawa perubahan positif dalam menciptakan lulusan yang lebih siap bersaing di dunia kerja,” kata Sulistyo yang meraih gelar doktor dari Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Bentuk-bentuk keterlibatan pemangku kepentingan yang dominan melibatkan penyelarasan meliputi penyusunan kurikulum, keberadaan guru tamu, magang guru, pelatihan guru, dukungan sarana dan prasarana, praktik kerja industri, evaluasi kompetensi, pendidikan dan pelatihan, partisipasi masyarakat, pelatihan budaya kerja, pembiayaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta kerja sama.
"Nantinya aktivitas-aktivitas tersebut dapat dikembangkan, bahkan menjadi rujukan dalam penyusunan program dan kebijakan di tataran kementerian, utamanya untuk penyelarasan," katanya.
Baca juga: Kampus didorong untuk bisa menghasilkan karya
Sulistyo menambahkan, upaya yang sudah dilakukan dalam mewujudkan penyelarasan adalah akuisisi keahlian berstandar dunia kerja. Program tersebut di antaranya diwujudkan melalui penyusunan profil lulusan pendidikan vokasi berdasarkan jabatan kerja yang sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan kebutuhan dunia kerja.
Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan DUDI juga melakukan tracer study (penelusuran lulusan) kepada lulusan satuan pendidikan vokasi secara nasional.
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tingkat pengangguran SMK tahun 2022 masih terbilang tinggi, yaitu 9,42 persen.
Kendati demikian, pengangguran terbuka di jenjang SMK dari tahun sebelumnya mengalami penurunan yang paling signifikan dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya, yakni sebesar 4,13 persen.
"Hal ini disebabkan adanya berbagai program dan kebijakan penguatan pendidikan vokasi yang dilakukan oleh pemerintah, utamanya untuk menyelaraskan proses pembelajaran di SMK dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, " kata dia.
Baca juga: Kementan maksimalkan pendidikan vokasi cetak petani