Jakarta (ANTARA) - Akademisi Universitas Sriwijaya (Unsri) Husni Thamrin meminta ketiga calon presiden (capres) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 jangan cuma obral janji untuk meratakan pembangunan pendidikan dengan menghapus disparitas guru dan dosen di Indonesia.
“Mutlak, jangan cuma janji, harus dilaksanakan oleh mereka nanti untuk menghapus semua disparitas tenaga pendidik guru atau dosen,” kata Dosen Bidang Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unsri Palembang itu di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan disparitas atau perbedaan kesempatan perolehan hak itu bukan isu baru yang dihadapi para guru ataupun dosen di Tanah Air, terutama di daerah. Bukan sebatas upah, tapi kesempatan pengembangan diri.
Diakuinya upah penting tapi mendorong guru dan dosen itu memiliki kompetensi yang teruji lebih penting seiring dibukanya penerimaan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan sertifikasi.
Baca juga: Anies: Kesejahteraan guru kunci kualitas pendidikan anak bangsa
Menurutnya, fenomena saat ini peserta didik di kota besar bisa lebih cepat menyerap informasi dan memahami pelajaran yang diberikan karena tenaga pendidiknya juga berpacu.
Sementara di daerah cenderung lebih banyak ketinggalan karena pengajarnya pun sulit dapat akses internet untuk mendapat ilmu pengetahuan terkini.
Karena itu, kata dia, kepala negara kelak mesti bisa menyamakan pandangan antara kementerian/lembaga di pusat dan daerah terkait peta jalan pendidikan nasional.
“Yang disamakan itu mau seperti apa arah pendidikan nanti, mau bicara digitalisasi kah atau apa, dari situ bisa dilakukan pula penyelarasan peraturan konkret dan jangka panjang,” ujarnya.
Baca juga: Prabowo: Sistem pendidikan perlu diaudit untuk dorong kesejahteraan pengajar
Bila berbicara digitalisasi, kata dia, para capres mesti merumuskan solusi untuk mengatasi bentang alam Indonesia yang negara kepulauan ini supaya guru daerah bisa lancar mengakses informasi dengan internet.
Berdasarkan survei yang dilakukan tim Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada 2023 terdapat 22,6 persen atau 760 ribu tenaga pendidik Indonesia belum cakap internet.“Kami cuma bisa berharap para capres bisa membereskan ini semua, jangan pula beda pemimpin nanti beda pula kebijakan itu juga fatal,” katanya.
Baca juga: Ganjar: Hentikan liberalisasi pendidikan