Desa Marong Didorong Jadi Destinasi Wisata Budaya

id Desa Marong,Lombok Tengah,Pariwsata NTB

Desa Marong Didorong Jadi Destinasi Wisata Budaya

Para tokoh Desa Marong, Lombok Tengah. (Foto Its)

Kami tidak ingin anak-anak kami (generasi muda) kehilangan jati diri sebagai suku Sasak Lombok yang sopan, rendah hati, dan selalu terbuka (ramah) kepada siapapun tamu yang datang
Lombok Tengah (Antaranews NTB) - Desa Marong di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, saat ini didorong menjadi destinasi wisata baru berbasis budaya.

"Dari sumber daya alam (SDA) yang dapat dikembangkan dalam sektor kepariwisataan, Desa Marong, dapat dikatakan bisa. Tapi dari segi sumber daya manusia (SDM), masyarakat Desa Marong secara turun temurun merupakan pewaris dan pelestari seni budaya khas Suku Sasak, Lombok," kata Ketua Lembaga Adat Lombok Mas Mirah Desa Marong, Lalu Suryana, Senin.

Seni dan budaya apapun yang khas Suku Sasak, Lombok, hingga kini masih hidup dan lestari di Desa Marong.

Setiap tahun di Desa Marong ini juga digelar ritual bersih desa, Siu Langit Banyu Pamuci. Sebuah peristiwa budaya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan berkah dan rezeki selama setahun kepada masyarakat Desa Marong, sekaligus dijauhkan dari bencana dan mara bahaya.

Lebih dari itu, pelestarian berbagai kesenian dan kebudayaan suku Sasak Lombok di Desa Marong ini agar tidak punah di telan kemajuan zaman.

"Kami tidak ingin anak-anak kami (generasi muda) kehilangan jati diri sebagai suku Sasak Lombok yang sopan, rendah hati, dan selalu terbuka (ramah) kepada siapapun tamu yang datang," kata Suryana.

Terkait pelestarian seni budaya itu, setiap hari Minggu, Lembaga Adat Lombok Mas Mirah Desa Marong rutin menggelar pendidikan non formal, pembelajaran bahasa Kawi (Jawa kuno), Sansekerta dan Sasak Tinggi, yang dapat menunjang tugas-tugas sebagai seorang Pembayun, serta pelatihan Kepembayunan bagi generasi muda.

Pembelajaran dan pelatihan dilaksanakan di Aula Desa Marong, mulai dari pukul 08.00 Wita hingga pukul 12.00 Wita.

"Peserta kita bagi menjadi dua, sebagian belajar bahasa, dan sebagian lagi pelatihan menjadi Pembayun," ujar Suryana.

Pelatihan Pembayun ini sangat penting sambung Suryana, mengingat dalam pelaksanaan acara adat pernikahan masyarakat suku Sasak Lombok, peran Pembayun dapat dikatakan menjadi titik sentral.

Dimulai dari Sejati (pemberitahuan kepada keluarga pengantin perempuan), Selabar (pembicaraan tentang pembayaran aji krama dan aji gama), perkawinan, sorong serah, naekang lekoq, nyongkolang dan ngelewaq atau ngerapah (silaturahmi keluarga laki-laki dan perempuan).

Karena itu, pihaknya menginginkan Desa Marong menjadi Desa Wisata Budaya, agar seluruh materi pembelajaran yang terkait seni dan budaya sasak Lombok bisa dipelajari di desa tersebut.

"Kami masyarakat Desa Marong juga siap kalau suatu saat diminta mengajar mulok di sekolah-sekolah," tegasnya.



Lestari

Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ikhlas Al-Aziziyah Desa Marong yang juga pernah mendapatkan juara pertama Pemuda Pelopor Nasional dengan konsep akulturasi antara agama dan budaya, Ustadz M Taufik Firdaus menyampaikan bahwa pelestarian bahasa Kawi atau Jawa Kuno, yang bahkan di Jawa sekalipun penuturnya nyaris sudah tidak ada, tetapi masih tetap lestari di Pulau Lombok, khususnya di Desa Marong.

Itu terjadi karena buah dari penghargaan dan penghormatan warga suku Sasak Lombok terhadap tokoh agama Islam yang datang dari Jawa ke Lombok ratusan tahun silam, Sunan Prapen.

"Bagi kami warga suku Sasak Lombok, menghormati guru, atau wali yang mengajarkan kepada kami tentang agama merupakan suatu keharusan," katanya.

Sedangkan tokoh pemuda Desa Marong, Lalu Chandra Yudhistira menyambut baik inisiatif masyarakat yang menginginkan desanya bisa menjadi Desa Wisata Budaya. Apalagi secara topografi, Desa Marong berada di daerah yang kedepan akan dilalui oleh para wisatawan yang akan berkunjung ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. (*)