Mataram (Antaranews NTB) - Ketua Balai Arkeologi Bali yang membawahi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, I Gusti Made Suarbhawa mengatakan, benda-benda bersejarah yang ditemukan di Dusun Tanak Bengan, Desa Tanak Beak dan Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat belum lama ini merupakan sisa-sisa budaya yang terkait dengan peristiwa letusan Gunung Api Samalas pada 1257.
"Penemuan ini menggambarkan adanya peradaban cukup maju, antara lain ada beberapa peralatan-peralatan rumah tangga seperti keramik dari Dinasti Tang abad ke-10," kata Suarbhawa di Mataram, Sabtu.
Ia mengatakan, penemuan benda bersejarah dengan bahan keramik, logam-logam termasuk emas tersebut memberi indikasi bahwa saat itu peradaban masyarakat Lombok sudah cukup maju.
"Ini menunjukan masyarakat sudah ada hubungan dan komunikasi dengan dunia luar karena keramik yang ditemukan itu berasal dari Dinasti Tang di Cina," ucapnya.
Suarbhawa, menjelaskan terdapat korelasi penting yang perlu dikaji lebih lanjut dari penemuan ini untuk menggambarkan peradaban Lombok dari masa ke masa.
Apalagi, kondisi benda-benda bersejarah yang ditemukan ada yang masih utuh, namun sebagian besar sudah rusak.
"Yang masih utuh itu keramik dari Dinasti Tang," terangnya.
Ia melanjutkan, benda-benda tersebut disimpan masyarakat sekitar. Balai Arkeologi Bali, menurutnya, tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil benda bersejarah tersebut. Pihaknya hanya sebatas melakukan penelitian dan mendokumentasikan. Menariknya, banyak masyarakat tidak mengetahui benda tersebut merupakan benda bersejarah.
"Sebelumnya mereka (masyarakat, red) tidak tahu, setelah kita jelaskan baru mereka tahu. Sebelum tahu, lebih banyak larinya ke masalah mistik, kepercayaan dan jimat," ungkapnya.
Menurutnya, terpenting masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga benda-benda tersebut dengan tidak memperjualbelikan. Karena, bagaimanapun benda-benda tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi.
"Yang perlu dicegah itu, jangan sampai lari ke luar negeri. Itu yang kita khawatirkan, masa kita belajar budaya Lombok dari luar negeri," tandas Suarbhawa. (*)