Polda NTB koordinasi dengan Konjen AS terkait kasus impor obat terlarang

id konjen amerika, polda ntb, kasus srb, kasus wna amerika, kasus impor obat terlarang

Polda NTB koordinasi dengan Konjen AS terkait kasus impor obat terlarang

Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika berinisial SRB mendengarkan penerjemah bahasa dari pihak kepolisian saat dihadirkan dalam rilis kasus dugaan kepemilikan obat terlarang di Mapolda NTB, Mataram, Rabu (18/9/2024). ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) berkoordinasi dengan Konsulat Jenderal Amerika Serikat (Konjen AS) terkait kasus warganya berinisial SRB (51) yang menjalani proses hukum karena mengimpor ratusan butir obat terlarang dari India ke Pulau Lombok.

"Karena SRB ini warga Amerika, tentu kami koordinasi dengan Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya," kata Direktur Reserse Narkoba Polda NTB Kombes Pol. Deddy Supriadi di Mataram, Rabu.

Dari perkembangan koordinasi, kata dia, Konjen AS terungkap telah melakukan penelitian mengenai kasus hukum yang sedang dijalani SRB di Polda NTB.

"Jadi, penanganan tetap sesuai prosedur. Dari kami, siapkan penerjemah, penasihat hukum, dan semua kelengkapan dalam proses penyidikan hingga nanti pengiriman berkas ke jaksa," ujarnya.

Untuk saat ini, SRB telah berstatus tersangka dan menjalani penahanan di Rutan Polda NTB atas dugaan pelanggaran Pasal 114 ayat (2) dan/atau Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Baca juga: Polda NTB ungkap kasus WNA asal Amerika impor obat terlarang dari India

Tim dari Subdit I Ditresnarkoba Polda NTB menangkap SRB pada 10 Agustus 2024 ketika berada di sebuah vila wilayah Lombok Tengah. SRB terungkap sebagai pemesan obat terlarang merek Karisoprodol dan Tapentadol dari India.

Perempuan asal Negeri Paman Sam itu memesan ratusan butir Karisoprodol dan Tapentadol melalui situs web bernama Indiamart.

Jumlah obat terlarang yang dipesan SRB dari India untuk merek Karisoprodol sebanyak 599 butir yang mencapai harga 95 dolar AS dan 110 butir merek Tapentadol seharga 105 dolar AS.

Dia mengatakan bahwa berdasarkan aturan Nomor Urut 145 Lampiran Permenkes RI Nomor 30 Tahun 2023 tentang perubahan penggolongan narkotika, kedua merek obat tersebut masuk dalam kategori narkotika golongan satu.

"Dengan merujuk pada aturan tersebut dan pemeriksaan ahli dari BPOM Mataram, penyidik melakukan gelar perkara dan menetapkan SRB sebagai tersangka," ujarnya.