Jakarta (ANTARA) - Indonesia saat ini berada dalam kondisi ekonomi yang penuh tantangan, dengan fenomena deflasi yang telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tingkat deflasi pada September 2024 mencapai 0,12 persen, yang merupakan level terdalam dalam lima tahun terakhir.
Sayangnya, penurunan harga ini bukan disebabkan oleh peningkatan daya beli, melainkan karena lemahnya permintaan masyarakat, terutama di kelas menengah ke bawah. Banyak orang yang terpaksa mengandalkan tabungan untuk mencukupi kebutuhan pokok, sebagaimana ditunjukkan oleh data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Agustus 2024, yang mencatat pertumbuhan simpanan di bawah Rp 100 juta hanya sebesar 0,8 persen secara year-to-date.
Situasi ekonomi yang sulit ini diperparah dengan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), yang mencapai lebih dari 53.000 pekerja hingga Oktober 2024. Kehilangan pekerjaan ini semakin mengurangi daya beli dan memperparah kondisi konsumsi masyarakat yang sudah lesu. Dengan menurunnya daya beli, masyarakat bahkan sulit menjangkau bahan pokok yang harganya lebih rendah.
Deflasi ini bukanlah keuntungan, melainkan tanda bahaya karena lemahnya permintaan yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi.
Di tengah kondisi tersebut, ancaman inflasi ekstrem bisa muncul tiba-tiba akibat ketidakstabilan geopolitik, seperti konflik di Timur Tengah yang berdampak pada harga energi global. Jika harga energi melonjak, maka biaya distribusi kebutuhan pokok dalam negeri pun akan terdampak, sehingga harga barang-barang penting bisa ikut naik.
Kondisi ini dapat semakin memburuk apabila terjadi panic buying, baik di dalam negeri maupun oleh negara-negara tetangga yang berupaya mengamankan persediaan. Ketika permintaan mendadak melonjak sementara pasokan terbatas, harga bahan pokok yang sebelumnya menurun bisa melambung tinggi, menyebabkan inflasi ekstrem di dalam negeri. Masyarakat yang sudah kesulitan akibat deflasi akan menghadapi tantangan lebih besar dengan harga kebutuhan yang melambung.
Untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi ini, langkah-langkah antisipatif sangat diperlukan agar masyarakat dapat lebih siap menghadapi potensi inflasi ekstrem di tengah deflasi berkepanjangan.
Mengelola pengeluaran secara bijak adalah langkah pertama yang penting untuk menjaga stabilitas keuangan rumah tangga. Dalam menghadapi ketidakpastian harga, masyarakat perlu memprioritaskan anggaran pada pembelanjaan yang besifat penting dan mendesak yakni kebutuhan pokok seperti pangan, energi, dan kesehatan. Mengurangi pengeluaran untuk barang-barang yang tidak penting dan atau tidak mendesak juga akan membantu menyeimbangkan anggaran dan mempersiapkan diri menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok. Anggaran yang ketat dan pemantauan ketat terhadap pengeluaran dapat menjadi strategi yang efektif.
Meningkatkan ketahanan pangan pribadi adalah salah satu solusi di tengah kondisi ini. Selain menanam sayuran di pekarangan rumah, masyarakat juga dapat mencoba metode hidroponik yang tidak memerlukan area luas dan memungkinkan pemenuhan kebutuhan sayuran segar secara mandiri.
Langkah lain yang efektif adalah membeli bahan pangan dari reseller UMKM yang bekerja langsung dengan petani atau produsen. Dengan cara ini, masyarakat tetap dapat memperoleh bahan pangan dengan harga yang wajar tanpa harus melalui tengkulak, yang sering kali menaikkan harga secara berlebihan, terutama dalam situasi pasokan terbatas.
Dengan membeli dari UMKM yang menjaga hubungan langsung dengan petani, masyarakat tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga mendukung pendapatan pelaku UMKM lokal. Pendekatan ini memastikan harga tetap stabil dan terjangkau, sekaligus memotong rantai distribusi panjang yang seringkali menyebabkan harga kebutuhan pokok melonjak.
Diversifikasi sumber pendapatan sangat dianjurkan di tengah ketidakpastian ekonomi. Bergantung pada satu sumber penghasilan dapat menjadi risiko besar dalam kondisi seperti ini. Usaha sampingan, seperti berjualan online atau menawarkan jasa sesuai keterampilan, dapat memberikan pendapatan tambahan. Pendapatan ekstra ini dapat menjadi penopang yang bermanfaat untuk menghadapi kenaikan harga barang pokok dan menjaga stabilitas keuangan rumah tangga.
Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar adalah langkah penting lainnya. Bagi masyarakat yang biasanya mengandalkan kendaraan pribadi, beralih ke transportasi umum atau memanfaatkan layanan transportasi berbasis aplikasi dapat membantu mengurangi pengeluaran bahan bakar. Selain itu, untuk jarak yang lebih pendek, berjalan kaki atau bersepeda dapat menghemat biaya bahan bakar sekaligus memberikan manfaat kesehatan tambahan.
Investasi pada aset yang aman adalah langkah bijak dalam menjaga nilai kekayaan dari dampak inflasi. Dalam situasi ketidakpastian, menghindari investasi berisiko tinggi dan memilih aset yang lebih stabil seperti emas atau simpanan dalam bentuk mata uang asing dapat melindungi kekayaan dari penurunan nilai. Emas cenderung stabil dan sering dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Simpanan dalam mata uang asing yang lebih kuat juga bisa menjadi pilihan untuk menjaga daya beli.
Menjaga solidaritas sosial dan memperkuat jaringan komunitas adalah cara lain untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Membangun komunitas berbagi sumber daya atau barter barang kebutuhan pokok dapat membantu mengurangi ketergantungan pada uang tunai dan meningkatkan rasa kebersamaan di lingkungan sekitar. Dengan saling mendukung, masyarakat dapat lebih mudah melewati masa sulit dan memperkuat ketahanan sosial secara kolektif.
Mengantisipasi potensi peningkatan kriminalitas juga perlu dipertimbangkan, terutama jika inflasi ekstrem benar-benar terjadi. Ketika kondisi ekonomi sulit, potensi tindak kriminal seperti pencurian dapat meningkat.
Oleh karena itu, masyarakat perlu meningkatkan keamanan lingkungan, seperti dengan mengaktifkan ronda malam atau memasang CCTV serta penerangan yang memadai di sekitar rumah. Kewaspadaan diri juga penting, seperti menghindari membawa barang berharga di tempat umum dan memberikan pemahaman dasar keamanan kepada seluruh anggota keluarga.
Dengan menerapkan langkah-langkah antisipatif ini, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi berbagai dampak ketidakpastian ekonomi yang mungkin timbul. Ketika harga turun namun daya beli tetap rendah, sementara ancaman inflasi semakin nyata, kesiapan dalam menyesuaikan pola hidup dan pengelolaan keuangan yang baik menjadi kunci utama untuk menjaga stabilitas ekonomi rumah tangga di tengah situasi penuh tantangan.
*) Baratadewa Sakti adalah Praktisi Keuangan Keluarga & Pendamping Keuangan Bisnis UMKM)